Selasa, 21 Mei 2013

Haji/Umroh tiap tahun mubazir

Dr. Yusuf Al-Qaradawi telah menulis satu kitab khusus dengan judul Fiqih Prioritas. Kajian ini mencoba menggugah perasaan dan pemikiran yang selama ini dianggap agak kurang seimbang dan kurang adil. Salah satunya tentang kebiasaan ibadah haji yang dilakukan oleh berjuta umat Islam, di mana mereka sebenarnya sudah pernah berhaji wajib sebelumnya, namun bertekad tiap tahun untuk berhaji lagi. Niat untuk berhaji tiap tahun sebenarnya tidak salah. Sebab ibadah haji memang boleh dibilang sebagai puncak rasa cinta dan ketundukan kita kepada Allah SWT.


Namun yang mengusik rasa keadilan dan rasa solidaritas para ulama adalah ketimpangan sosial yang sangat mencolok. Salah satu fenomenanya demikian: pada saat berjuta orang mengejar pahala ibadah haji sunnah yang bukan wajib dengan biaya yang bermilyar, di belahan bumi lain kita menyaksikan dengan mata tak mengenakan busana bagaimana sebagian umat Islam mati kelaparan, baik karena bencana atau pun korban perang.

Saat orang-orang kaya dengan ringannya bolak balik ke tanah suci untuk beri’tikaf Ramadhan, masih banyak anak-anak umat Islam yang tidak sekolah karena tidak ada biaya. Mereka akan segera menjadi sampah masyarakat bila dibiarkan tumbuh tanpa pendidikan.

Saat orang kaya muslim berlomba mendirikan banguan masjid yang megah, berhias marmer tak ternilai harganya, jutaan umat Islam sedang dimurtadkan oleh para misionaris palangis. Perbandingan fenomena yang timpang ini tentu sangat mengusik rasa keadilan dan rasa sosial para ulama. Sehingga sebagian mereka menghimbau agar lebih memperhatikan masalah ini.

Bukankah haji yang mereka kerjakan itu bukan haji wajib? Bukankah kewajiban haji mereka sudah gugur? Bukankah biaya haji itu tiap tahun itu akan jauh lebih bermanfaat dan berbekas bila digunakan untuk memberi makan korban bencana alam dan korban perang, yang hukumnya fardhu? Bukankah biaya umrah Ramadhan tiap tahun itu sangat besar, padahal hukumnya hanya sunnah dan berdimensi sangat pribadi?

Seandainya uang jutaan mu’tamirin untuk sekali bulan Ramadhan itu sepakat dikumpulkan untuk membangun proyek sekolah gratis di dunia Islam, sudah lebih dari cukup? Bukankah masjid di banyak kota di negeri ini sudah sangat banyak? Bahkan tidak jarang dalam jarak yang sangat dekat terdapat beberapa masjid sekaligus, sehingga jumlah jamaah yang shalat di masing-masing masjid jadi sedikit?

Mengapa dana membangun masjid yang bermilyar itu tidak digunakan untuk melindungi saudara-sudara kita yang sedang mengalami proses pemurtadan? Bukankah melindungi iman jauh lebih penting dari sekedar bermegahan dan berlomba membangun masjid yang sudah terlalu penuh? Semua pemikiran kritis ini sama sekali tidak berniat untuk mengecilkan nilai ibadah haji, umrah dan membangun masjid.

Akan tetapi perlu diketahui bahwa haji berkali-kali tiap tahun, demikian juga dengan umrah serta kemegahan masjid, bukanlah amal yang bersifat wajib. Sementara memberi makan korban bencara alam, memberikan pendidikan serta melindungi iman dari kemurtadan, hukum fardhu. Maka sesuatu yang fardhu dan bersifat massal harus lebih dipriorotaskan dari ibadha yanghukumnya sunnah lagi berdimensi individual.

Sayangnya kesadaran akan hal seperti ini masih kurang di tengah umat Islam, terutama di kalangan orang-orang kaya di antara mereka. Buktinya, jamaha haji yang sudah gugur kewajiban hajinya masih tetap memaksa berangkat haji tiap tahun. Umrah Ramadhan tiap tahun pun tidak kalau berjejalnya dengan musim haji. Semua ini tentu sangat menggugah rasa keadilan, bahkan sangat tidak memenuhi kaidah fiqih prioritas, lantaran ada sejumlah orang yang ngotot mengejar pahala sunnah dan indvidual dengan meninggalkan kewajiban yang lebih asasi dan bersifat jama’i.

Karena itu kampanye dan sosialisasi fiqih proritas perlu terus digalakkan, terutama oleh kalangan ustadz dan para penceramah, yang punya akses penuh kepada khalayak umat Islam. Wallahu a’lam bishshawab, wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Sumber : blog.re.or.id/mana-yang-lebih-utama-naik-haji-atau-menyantuni-anak-miskin.htm">http://blog.re.or.id/mana-yang-lebih-utama-naik-haji-atau-menyantuni-anak-miskin.htm

3 komentar:

PAKAIAN.TOP mengatakan...

hmmm.. begitu ya bun..

Bella Adilah mengatakan...

Saya cukup tergelitik. Krn sebenarnya yang dikejar oleh orang2 yang mungkin setiap tahun atau bahkan tiap bulan umroh, adalah pahalanya. Pahala yang didapat ketika berada disana dan beribadah disana jelas berbeda dgn misalkan sodaqoh untuk membiayai beberapa saran yg mbak tulis. Misalnya, org kaya muslim yang ingin melaksanakan towaf 50x dengan ganjaran diampuni dosanya dan seperti dilahirkan kembali. Apa bisa ganjaran itu didapat dgn melakukan amalan lain seperti yg mbak sebut diatas? Tidak. Maka jgn kita mengunderestimate org2 kaya yg menghabiskan uangnya memang untuk beribadah di sana. Siapa tau mereka ternyata sudah punya lahan sodaqoh yang banyak di Indonesia. Jd uangnya memang sisa banyak digunakan untuk umroh atau haji.

Ratnawati Utami mengatakan...

Berapa persen sih orang kaya di Indonesia? Berapa persen yang kekurangan? Seandainya memang berangkat terus niatnya untuk apa? Untuk menghilangkan dosa dan terlahir kembali sehingga masuk surga? Yakin?

Harta yang dipakai dari mana? Korupsi? Yakin halal?

Motivasi orang itu untuk umroh itu macem2 malah ada yang ingin bisnis lancar. Motivasi terbaik adalah mendekatkan diri pada Allah. Setelah pulang, apa lebih hati2 dalam berbisnis, bekerja, atau tetap saja gak peduli uangnya dari mana/.

Islam mengajarkan untuk hidup sederhana tidak berlebihan. Contoh yang "MUNGKIN" sedekahnya sudah banyak jadi berhak umroh... apa yakin sedekahnya diterima Allah?

Kalau memang punya biro umroh sendiri, atau sebagai pendamping, wajar berangkat terus Tapi duit pas-pasan terobosesi berangkat karena mencari pahala, penghapusan dosa itu kurang tepat. Dan sebagian besar orang Indonesia bukan yang berlebih keuangannya.

Kita sebagai muslim hidup untuk mencari Ridho Allah itu yang terbaik, bukan mencari pahala atau surga. Timbangan terberat adalah menyelamatkan jiwa orang lain.

Ini adalah tulisan seseorang yang mendekatkan diri dengan Allah dengan banyak berama sholeh dengan berbagi, bukan sibuk ngitung pahala, menghapus dosa, itungan sudah sedekah berapa, pengen masuk surga umroh lagi umroh lagi