Sumber dari sini
Peran hati bagi seluruh anggota badan ibarat raja bagi seluruh prajuritnya. Semua bekerja berdasarkan perintahnya. Semua tunduk kepadanya. Karena perintah hatilah, istiqamah dan penyelewengan itu ada. Begitu pula dengan semangat untuk bekerja. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Ketahuilah, di dalam tubuh itu ada segumpal daging. Bila ia baik, maka baik pulalah seluruh tubuh. Dan apabila ia rusak, maka rusak pulalah seluruh tubuh. Ketahuilah itu adalah hati.” (HR. Bukhari-Muslim).
Macam-Macam Hati
Hati itu bisa hidup dan mati. Sehubungan dengan itu, hati dapat dikelompokkan menjadi:
1. Hati yang sehat
2. Hati yang mati
3. Hati yang sakit
Hati yang sehat adalah hati yang selamat. Barangsiapa─pada hari Kiamat nanti─menghadap Allah tanpa membawa hati yang sehat, maka ia akan celaka. Allah Ta’ala berfirman, “Adalah hari, yang mana harta dan anak-anak tidak bermanfaat, kecuali orang yang datang kepada Allah dengan hati yang selamat.” (QS. As-Syu’ara: 88-89).
Hati yang selamat didefinisikan sebagai hati yang terbebas dari setiap syahwat, keinginan yang bertentangan dengan perintah Allah, dan dari setiap syubhat (keraguan), ketidakjelasan yang menyeleweng dari kebenaran.
Hati yang mati adalah hati yang tidak mengenal siapa Rabb-nya. Ia tidak beribadah kepada-Nya, enggan menjalankan perintah-Nya, atau menghadirkan sesuatu yang dicintai dan diridhai-Nya. Hati seperti itu selalu berjalan bersama dengan hawa nafsu dan kenikmatan duniawi, walaupun itu dibenci dan dimurkai Allah. Ia tidak peduli kepada keridhaan dan kemurkaan Allah.
Hati yang sakit adalah hati yang hidup namun mengandung peyakit. Ia akan mengikuti unsur yang kuat. Kadang-kadang ia cenderung kepada “kehidupan”, dan kadang-kadang pula cenderung kepada “penyakit”. Padanya terdapat kecintaan, keimanan, keikhlasan, dan tawakkal kepada Allah, yang merupakan sumber kehidupan. Namun padanya pula ada kecintaan dan ketamakan terhadap syahwat, hasad, kibr (sombong), dan sifat ujub (tinggi hati), yang merupakan sumber bencana dan kehancurannya. Ia ada di antara dua penyeru; penyeru kepada Allah, rasul, hari Akhir, dan penyeru kepada kehidupan duniawi.
Indikasi Sakit dan Sehatnya Hati
Hati itu bisa sakit. Di antara tanda sakitnya hati adalah keengganan mengonsumsi “makanan” yang bermanfaat. Hati yang sehat selalu mengutamakan “makanan” yang bermanfaat daripada racun yang mematikan. Makanan yang terbaik adalah keimanan. Obat yang terbaik adalah Al-Qur’an.
Adapun tanda sehatnya hati adalah “kepergiannya” dari (kehidupan) duniawi menuju ukhrawi. Di dunia ini, ia ibarat orang asing yang mengambil kebutuhannya, lalu kembali kepada negerinya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berpesan kepada Abdullah bin Umar, “Di dunia ini, hendaknya kamu berlaku seperti orang asing, atau orang yang lewat.” (HR. Bukhari)
Empat Racun Hati
Perlu diketahui bahwa setiap kemaksiatan adalah racun bagi hati. Ia menjadi penyebab sakit dan kehancurannya. Yang dimaksud dengan empat racun hati adalah
1. Banyak bicara
2. Banyak makan
3. Banyak memandang
4. Banyak bergaul
Banyak Bicara
Abu Hurairah meriwayatkan, “Yang paling banyak menjerumuskan manusia kedalam neraka adalah dua lubang, mulut dan kemaluan.” (HR. At-Tirmidzi)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (HR. Bukhari-Muslim)
Bencana lisan yang paling sedikit mudharat (dampak buruk)nya adalah berbicara tentang sesuatu yang tidak berfaedah (bermanfaat). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Merupakan kebaikan keislaman seseorang, jika ia meninggalkan sesauatu yang tidak berfaedah baginya.” (HR. Tirmidzi, Ahmad)
Banyak Makan
Sedikit makan dapat melembutkan hati, menguatkan daya pikir, membuka diri, serta melemahkan hawa nafsu dan sifat marah. Sedangkan banyak makan akan mengakibatkan kebalikannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidak ada bejana yang diisi oleh anak Adam yang lebih buruk daripada perutnya. Cukuplah bagi anak Adam beberapa suap untuk menegakkan tulang punggungnya. Jika tidak bisa, maka sepertiga dari perutnya diisi untuk makannya, sepertiga untuk minumnya, dan sepertiga untuk nafasnya.” (HR. Ahmad, Tirmidzi)
Berlebihan Dalam Bergaul
Dalam bergaul, ada baiknya kita mengklasifikasikan manusia menjadi empat. Ketidakmampuan kita membedakan masing-masing kelompok akan membawa bencana.
1. Kelompok yang apabila bergaul dengan mereka seperti mengonsumsi makanan yang bergizi. Ia dibutuhkan siang dan malam. Jika seseorang telah menyelesaikan keperluannya, ia ditinggal, dan jika diperlukan lagi, maka ia didatangi. Mereka adalah ulama, orang-orang yang setia kepada Allah, kitab-Nya, dan rasul-Nya. Bergaul dengan mereka adalah keuntungan yang nyata.
2. Kelompok yang apabila bergaul dengan mereka seperti mengonsumsi obat. Ia dibutuhkan dikala sakit. Selama Anda sehat, Anda tidak memerlukan pergaulan dengan mereka. Mereka adalah professional dalam urusan muamalat, bisnis, dan semisalnya.
3. Kelompok yang bergaul dengan mereka berarti mengonsumsi penyakit. Mereka adalah orang-orang yang tidak membawa keuntungan, dunia ataupun akhirat.
4. Kelompok yang bergaul dengan mereka adalah kebinasaan total. Mereka ibarat racun. Mereka adalah ahli kesesatan, penghalang dari sunnah Rasulullah. Seorang yang berakal tidaklah pantas bergaul dan berteman dengan mereka. Kalaupun itu dilakukan, niscaya hatinya akan mati, bahkan mati.
Banyak Memandang
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Pandangan itu adalah panah beracun iblis. Barangsiapa menundukkan pandangannya karena Allah, Dia akan memberikan kepadanya kenikmatan dalam hatinya yang akan ia rasakan sampai bertemu dengan-Nya.” (HR. At-Thabrani, Al-Hakim, Ahmad)
Al-Baihaqy menjelaskan bahwa maksudnya adalah pandangan yang jatuh kepada wanita (bukan mahram-red) yang tidak sengaja (dilihat-red) kemudian ia berpaling dalam rangka wara’ (menjauh dari hal-hal yang meragukan)
Masuknya setan ketika seseorang memandang melebihi kecepatan aliran udara ke ruang hampa. Setan akan menjadikan wujud yang dipandang seakan-akan indah, menjadikannya sebagai berhala tautan hati, kemudian mengobral janji dan angan-angan. Lalu setan akan menyalakan api syahwat, dan ia lemparkan kayu bakat maksiat.
Barangsiapa yang membiarkan pandangannya bebas lepas, berarti memasukkan kegelapan ke dalam hati. Sebagaimana menundukkan pandangan karena Allah Ta’ala berarti memasukkan cahaya ke dalamnya. Bila hati telah bersinar, berbagai amal kebaikan akan berdatangan dari berbagai penjuru untuk dilaksanakan. Sebagaimana ia gelap, berbagai bencana dan keburukan pun akan berdatangan dari berbagai tempat.
Daftar Pustaka
Al-Hambali, ibnu Rajab, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Imam Al-Ghazali. 2004. Tazkiyatun Nafs terjemahan: Imtihan Asy-Syafi’i. Pustaka Arafah: Solo
Diambil dari Buletin An-Nafs