Sumber : koran.republika.co.id
Oleh Syahruddin El-Fikri
KELIMA GUNUNG TERSEBUT MEMILIKI KENANGAN SEJARAH DALAM KEHIDUPAN PARA NABI.
Seluruh umat Islam di seluruh dunia tentunya mengetahui Kota Makkah. Kota suci umat Islam ini selalu menjadi dambaan umat Islam untuk mengunjunginya, terutama dengan Baitullah (Ka’bah) dan Masjidil Haram. Ka’bah merupakan kiblat umat Islam saat mendirikan shalat lima waktu.
Secara geografis, Kota Makkah terletak antara 39–40 derajat Bujur Timur (BT). Kota Makkah dalam Alquran disebut dalam surah Ali Imran [3] ayat 96 dengan kata ‘Bakkah’. Julukan lainnya yang diberikan kepada Kota Makkah adalah Haramun Aaminatau kota suci yang aman (QS al-Qashash [28]:57). Ia juga diberi nama Kota Haram(suci) karena di sini terdapat tapal batas yang melingkari Makkah. Dengan pembatas ini, orang kafir tidak diperkenankan memasuki kawasan Tanah Haram ini.
Makkah juga disebut dengan nama al-Balad, negeri (QS al-Balad [90]: 1-2, Ibrahim [14] : 35), Ummu al-Qura, induk atau ibu negeri-negeri (QS al-An’am [6]: 92), al-Balad al-Amin,negara yang aman (QS at-Tin [95]: 4), dan al-Qaryah, negeri (QS an-Nahl [16]: 112), Bakkah yang artinya menyobek, membalas kekejaman, memisahkan orang kafir dan mukmin (QS Ali Imran [3]: 96), Waadin Ghairu Dzi Zar’in, yaitu lembah yang tidak mempunyai tanaman (QS Ibrahim [14] : 37).
Kota Makkah disebut Ummu al-Qura karena ia merupakan kota atau negeri tertua di dunia. Namun, di antara nama-nama itu, yang paling terkenal adalah Makkah yang berarti “mendesak”, yakni mendesak orangorang yang maksiat kepada Allah SWT untuk keluar dari kawasan itu.
Kota Makkah terletak kira-kira 330 meter di atas permukaan laut (dpl) dan berada pada lembah yang sangat kering. Di sekitarnya merupakan bukit-bukit atau gunung-gunung tandus dan yang membentang dari ujung barat hingga timur sekitar tiga kilometer dan dari utara ke selatan sekitar 1,5 kilometer. Sedangkan, jarak antara kota-kota di sekitarnya, seperti Jeddah sekitar 74 kilometer, Thaif (80 km), Madinah (470 km), dan Riyadh (990 km).
Sebagai kota yang terletak di lembah, sudah pasti di sekelilingnya terdapat banyak pegunungan. Sedikitnya ada lima buah gunung yang terkenal dan paling bersejarah dalam kehidupan umat Islam, seperti Gunung (Jabal) Rahmah, Jabal Nur, Jabal Tsur, Jabal Qubais, dan Jabal Qurban. Kelima gunung tersebut menjadi saksi sejarah para nabi, terutama Nabi Adam as, Nabi Ibrahim dan Ismail as, serta Rasulullah SAW saat menyebarkan Islam.
Jabal Rahmah
Bagi jamaah haji dan umrah, rasanya tak lengkap ketika berkunjung ke Tanah Suci bila tidak mampir ke Jabal Rahmah (gunung kasih sayang). Mengapa? Karena Jabal Rahmah merupakan salah satu tempat paling mengesankan dan menarik untuk didatangi. Pertama, dinamakan Jabal Rahmah (gunung kasih sayang) karena di tempat inilah manusia pertama, yakni Adam dan Hawa, bertemu setelah sekian puluh (ada yang menyebut ratusan) tahun terpisah sejak dikeluarkan dari surga. Keduanya bertemu di Jabal Rahmah. Gunung atau bukit ini terletak di Arafah, sekitar 25 kilometer sebelah tenggara Kota Makkah. Bahkan, lokasi pertemuan nenek moyang umat manusia itu kini ditandai dengan sebuah tugu (monumen) berwarna putih. Bahkan, menurut sejumlah kalangan, pertemuan antara Nabi Adam dan Hawa itu senantiasa diperingati oleh Nabi Adam sendiri dan kemudian diteruskan oleh keturunannya sampai sekarang ini. Dan, pada musim haji, lokasi pertemuan Nabi Adam dan Hawa ini senantiasa dikunjungi para jamaah haji.
Kedua, di lokasi ini pula (Arafah), menurut sejumlah kalangan, diturunkannya wahyu terakhir kepada Rasulullah SAW, yakni surah al-Maidah [5] ayat 3. “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridai Islam itu jadi agama bagimu.”
Jabal Nur
Gunung ini menjadi salah satu favorit umat Islam yang datang ke Makkah sebab di pegunungan (Jabal Nur) inilah Rasulullah SAW menerima wahyu pertama (QS al-Alaq [96]: 1–5). Ayat ini diterima Rasulullah SAW saat sedang bertafakur di sebuah gua kecil yang dinamakan Gua Hira. Dengan turunnya ayat tersebut, sekaligus mengukuhkan diri Rasulullah SAW sebagai utusan Allah untuk memperbaiki akhlak manusia dan membawanya ke jalan yang lurus (shiratal mustaqim).
Jabal Nur terletak sekitar lima kilometer di utara Makkah atau di sebelah kiri perjalanan saat menuju Arafah. Tinggi puncak Jabal Nur kira-kira 200 meter. Perjalanan mendaki puncak Gua Hira membutuhkan waktu sekitar dua jam.
Di sekelilingnya terdapat sejumlah perbukitan batu dan jurang. Di kawasan Jabal Nur dan Gua Hira ini tidak terdapat tanaman apa pun juga. Seluruhnya terdiri atas bebatuan yang besar dan gersang. Dan, Gua Hira terletak di belakang dua buah batu besar yang sangat dalam dan sempit. Tinggi gua sekitar dua meter dan luasnya hanya cukup untuk tidur tiga orang berdampingan.
Jabal Tsur
Jabal Tsur terdiri atas bebatuan yang sangat terjal. Waktu yang dibutuhkan untuk mendaki Jabal Tsur mencapai satu jam 45 menit. Dan, Gua Tsur terletak di salah satu puncak Jabal Tsur. Struktur dan bentuk gunung yang demikian terjal itu menyulitkan para peziarah. Bila kurang hatihati maka akan membahayakan diri peziarah.
Seperti halnya Gua Hira, tinggi ruangan Gua Tsur hanya mencapai 1,25 meter. Adapun panjang gua 3,5 meter dan lebar sekitar 3,5 meter. Gua Tsur memiliki dua pintu masuk yang terletak di bagian timur dan barat. Pintu gua sebelah barat digunakan Rasulullah untuk masuk ke dalamnya. Ketinggian pintu bagian barat ini sekitar satu meter. Dan, bagian timur lebih luas sedikit. Pintu bagian timur inilah yang biasa dipergunakan untuk keluar masuk gua.
Jabal Tsur ini menjadi saksi sejarah perjalanan Rasulullah SAW bersama Abu Bakar saat berhijrah ke Madinah. Menurut para ahli sejarah, peristiwa hijrah Rasulullah SAW bersama Abu Bakar itu terjadi pada 16 Juli 622 Masehi. Dan, usia Rasulullah SAW ketika itu sekitar 53 tahun. (Sami bin Abdullah Al-Maghluts, Atlas Sejarah Para Nabi dan Rasul, 2008, hlm 190).
Peristiwa hijrah ini dilakukan karena kekejaman kafir Quraisy semakin menjadijadi ditujukan pada umat Islam di Makkah. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, Rasulullah menyuruh umat Islam untuk berhijrah ke Madinah. Sedangkan, Rasulullah SAW akan menyusul kemudian.
Orang-orang kafir Quraisy merencanakan pembunuhan terhadap Rasulullah SAW. Mereka melakukan musyawarah di Darun Nadwah untuk menghentikan dakwah yang dilakukan Rasulullah SAW. Di antara mereka, ada yang mengusulkan supaya menahan Rasulullah sampai mati atau membuangnya dari bumi kaum Quraisy dan mengikatnya di atas unta, lalu kemudian melepaskannya di padang pasir. (Lihat penjelasan Syauqi Abu Khalil dalam Atlas Al-Qur'an).
Jabal Qurban
Jabal Qurban adalah sebuah bukit yang terletak di Kota Mina. Tempat ini dipercaya sebagai salah satu saksi sejarah ketika Nabi Ismail as akan dikurbankan oleh ayahnya, Nabi Ibrahim as. Namun, atas kepatuhan keduanya menjalankan perintah Allah, penyembelihan Ismail tak jadi dilangsungkan dan diganti dengan seekor domba (kibas). Dan, karena itu pula, nama bukit tersebut diberi nama Jabal Qurban.
Jabal Qubais
Secara umum, Kota Makkah terletak di perut lembah yang dikelilingi oleh bukitbukit dari segala arah, dari sebelah timur membentang bukit (Jabal) Abu Qubais dan dari barat dibatasi oleh dua bukit (gunung) Qa'aiqa' dan keduanya berbentuk bulan sabit mengelilingi perkampungan Makkah.
Daerah ini dikenal sebagai bagian yang rendah dari lembah tersebut. Bagian yang tinggi dikenal dengan nama Al-Mu'alaah dan pada bagian ujung-ujung kedua bukit yang berbentuk bulan sabit tersebut dibangun rumah-rumah sederhana milik orang-orang pedalaman (A'rab). (Lihat As-Sirah an-Nabawiyah Ash-Shahihaholeh Akram Dhiya Al-Umary, 1:77).
Menurut Iwan Gayo dalam bukunya Buku Pintar Haji dan Umrah, dulunya di atas bukit Abu Qubais merupakan perkampungan kumuh. Namun, sekarang dibangun istana Raja Saudi yang megah dan mewah. Istana ini menjulang tinggi melebihi menara Masjidil Haram. Di kakikakinya terdapat banyak terowongan untuk jalan keluar masuk menembus bukit batu yang kokoh. Dengan istana tersebut, pemandangan dari arah Masjidil Haram ke bukit batu yang memberi kesan gersang Kota Makkah menjadi hilang.
Sejumlah pendapat menerangkan, di bukit inilah Siti Hawa dimakamkan. Namun, kebenarannya diragukan karena banyak jamaah justru mengunjungi kuburan Hawa di Jeddah.
TEMPAT-TEMPAT BERSEJARAH DI MAKKAH
- Masjid al-Haram dan sekitarnya, termasuk Ka'bah.
- Maulid Nabi, tempat lahir Nabi SAW (571 M) di Sugul Lail, arah tempat sai.
- Masjin Jin, tempat beberapa jin menyatakan keislaman dan turunnya surah Jin, sekitar satu kilometer dari Masjid al-Haram.
- Pemakaman Ma¡¯la, pemakaman umum sejak zaman Nabi SAW.
- Gua Hira (Jabal Nur), tempat turunnya surah al-Alaq ayat 1¨C5, dan tempat Nabi Muhammad SAW ber- tahannuts.
- Gua Tsur, tempat persembunyian Nabi SAW dan Abu Bakar. Letaknya sekitar tujuh kilometer dari Masjid al-Haram.
- Ja'ranah, tempat memulai niat ihram (miqat) bagi yang melaksanakan umrah, jaraknya sekitar 19 km dari Masjid al-Haram.
- Tan'im, tempat batas Tanah Haram, juga tempat miqat, jaraknya sekitar lima kilometer dari Masjid al-Haram.
- Masjid al-Khif, tempat Rasul SAW berkemah bersama sahabatnya saat melaksanakan haji wada, terletak di Mina.
- Masjid al-Raya, tempat Nabi SAW mengibarkan bendera saat penaklukan Makkah, sekitar 300 meter dari Masjid al-Haram. (Lihat DR Muhammad Ilyas Abdul Ghani; Sejarah Kota Mekkah).
Senin, 31 Oktober 2011
Hindari berkata kotor
Sumber : masjidbaitulmakmur.wordpress.com
Ajaran Islam memberikan garis tegas kepada umatnya untuk menghindari melakukan praktik yang amat dicela tersebut. Dr Muhammad Ali, mengungkapkan, ketika seorang Muslim dalam keadaan marah (yakni kemarahannya hanya karena Allah), sangatlah penting jika dia dapat menahan lidahnya dari mengucapkan umpatan dan bahasa kotor. Diakuinya memang berat melaksanakannya, tapi jika mampu, maka orang itu sangat mulia.
Namun sebaliknya, bagi yang tidak bisa menahan diri, bahkan selalu mengumpat, Allah tidak akan meridhainya. Nabi SAW bersabda, ”Allah tidak mencintai siapapun yang bermulut kotor dan cabul.” Berkata kotor, sambung Dr Muhammad dalam buku /Hidup Saleh dengan Nilai Spiritual Islam/, bukanlah sifat yang menguntungkan umat Muslim yang menghayati ajaran Islam. Muslim sejati harus jauh dari semua tindak tercela, dan mencontoh teladan Rasulullah SAW.
Semasa hidupnya, Rasul tidak pernah mengucapkan sebuah katapun yang dapat menyinggung, menyakiti perasaan orang lain atau menghancurkan kehormatan mereka. Anas RA, mengatakan, bahwa Nabi SAW tidak pernah menggunakan bahasa kotor, mengumpat atau bersumpah serapah. Ketika ingin mengingatkan (memarahi) seseorang, beliau hanya berkata, ”Apa yang terjadi dengannya? Semoga keningnya tertutup debu.”
Nabi kerap kali mengingatkan, bahwa semua keburukan, cercaan, umpatan dan penghinaan, hanya akan menggagalkan semua tindakan baik yang seseorang telah lakukan dalam hidupnya. Ia justru akan sungguh sial (bangkrut) tanpa perlindungan api neraka.
”Sesungguhnya Allah sangat marah dengan (hal) yang memuakkan, seorang yang bermulut kotor,” demikian sabda Nabi SAW. Lebih jauh, Nabi menceritakan, pada hari Kiamat nanti, akan ada orang yang datang dengan membawa pahala shalat, puasa, dan zakat. Namun, ia kerap menghina seseorang, memfitnahnya, memakan kekayaan orang tadi, mengalirkan darahnya serta memukulinya pula.
Apa yang terjadi kemudian? Rasulullah SAW mengatakan, beberapa kebaikan orang tersebut diberikan kepada orang ini dan beberapa yang itu. ”Dan jika kebaikannya habis sebelum semua korbannya dibalas, maka dosa-dosa mereka akan diberikan dan ditambahkan padanya, kemudian dia akan dilemparkan ke dalam neraka.” (HR Muslim)
Maka itu, hendaknya umat menghindari perselisihan dan pertengkaran yang akan membawa pada umpatan atau hinaan. Umat dianjurkan untuk membawa nilai-nilai kebaikan di dalam komunitas sebagai petunjuk moral yang sublim untuk dikembangkan.
Merendahkan martabat
Akan tetapi jika permasalahan hidup terpaksa membawanya kepada perselisihan, ia sebaiknya bisa mengendalikan emosi dan berhati-hati dengan kata-katanya. Sabda Nabi SAW, ”Apapun yang ada di antara dua orang yang saling mengumpat, ia merupakan sebuah dosa bagi orang yang memicunya, jika orang yang disakiti tidak melangkah untuk melakukan perlawanan (tidak membalasnya).” (HR Muslim)
Syekh Salim bin al-Hilali dalam Ensiklopedi Larangan Menurut Alquran dan Sunnah, mengungkapkan, kenistaan, perbuatan keji dan perkataan kotor, adalah haram hukumnya dan itu bukan sifat seorang Muslim yang beriman. ”Tindakan itu akan mengundang aib serta merendahkan martabat orang lain,” ungkapnya.
Muslim akan selalu mengekang lidahnya dan menjaga diri dari mengumpat, meskipun ia terprovokasi. Ia juga dapat mengendalikan amarahnya sehingga tidak jatuh dalam dosa nestapa.
Oleh: Yusuf Assidiq
Ajaran Islam memberikan garis tegas kepada umatnya untuk menghindari melakukan praktik yang amat dicela tersebut. Dr Muhammad Ali, mengungkapkan, ketika seorang Muslim dalam keadaan marah (yakni kemarahannya hanya karena Allah), sangatlah penting jika dia dapat menahan lidahnya dari mengucapkan umpatan dan bahasa kotor. Diakuinya memang berat melaksanakannya, tapi jika mampu, maka orang itu sangat mulia.
Namun sebaliknya, bagi yang tidak bisa menahan diri, bahkan selalu mengumpat, Allah tidak akan meridhainya. Nabi SAW bersabda, ”Allah tidak mencintai siapapun yang bermulut kotor dan cabul.” Berkata kotor, sambung Dr Muhammad dalam buku /Hidup Saleh dengan Nilai Spiritual Islam/, bukanlah sifat yang menguntungkan umat Muslim yang menghayati ajaran Islam. Muslim sejati harus jauh dari semua tindak tercela, dan mencontoh teladan Rasulullah SAW.
Semasa hidupnya, Rasul tidak pernah mengucapkan sebuah katapun yang dapat menyinggung, menyakiti perasaan orang lain atau menghancurkan kehormatan mereka. Anas RA, mengatakan, bahwa Nabi SAW tidak pernah menggunakan bahasa kotor, mengumpat atau bersumpah serapah. Ketika ingin mengingatkan (memarahi) seseorang, beliau hanya berkata, ”Apa yang terjadi dengannya? Semoga keningnya tertutup debu.”
Nabi kerap kali mengingatkan, bahwa semua keburukan, cercaan, umpatan dan penghinaan, hanya akan menggagalkan semua tindakan baik yang seseorang telah lakukan dalam hidupnya. Ia justru akan sungguh sial (bangkrut) tanpa perlindungan api neraka.
”Sesungguhnya Allah sangat marah dengan (hal) yang memuakkan, seorang yang bermulut kotor,” demikian sabda Nabi SAW. Lebih jauh, Nabi menceritakan, pada hari Kiamat nanti, akan ada orang yang datang dengan membawa pahala shalat, puasa, dan zakat. Namun, ia kerap menghina seseorang, memfitnahnya, memakan kekayaan orang tadi, mengalirkan darahnya serta memukulinya pula.
Apa yang terjadi kemudian? Rasulullah SAW mengatakan, beberapa kebaikan orang tersebut diberikan kepada orang ini dan beberapa yang itu. ”Dan jika kebaikannya habis sebelum semua korbannya dibalas, maka dosa-dosa mereka akan diberikan dan ditambahkan padanya, kemudian dia akan dilemparkan ke dalam neraka.” (HR Muslim)
Maka itu, hendaknya umat menghindari perselisihan dan pertengkaran yang akan membawa pada umpatan atau hinaan. Umat dianjurkan untuk membawa nilai-nilai kebaikan di dalam komunitas sebagai petunjuk moral yang sublim untuk dikembangkan.
Merendahkan martabat
Akan tetapi jika permasalahan hidup terpaksa membawanya kepada perselisihan, ia sebaiknya bisa mengendalikan emosi dan berhati-hati dengan kata-katanya. Sabda Nabi SAW, ”Apapun yang ada di antara dua orang yang saling mengumpat, ia merupakan sebuah dosa bagi orang yang memicunya, jika orang yang disakiti tidak melangkah untuk melakukan perlawanan (tidak membalasnya).” (HR Muslim)
Syekh Salim bin al-Hilali dalam Ensiklopedi Larangan Menurut Alquran dan Sunnah, mengungkapkan, kenistaan, perbuatan keji dan perkataan kotor, adalah haram hukumnya dan itu bukan sifat seorang Muslim yang beriman. ”Tindakan itu akan mengundang aib serta merendahkan martabat orang lain,” ungkapnya.
Muslim akan selalu mengekang lidahnya dan menjaga diri dari mengumpat, meskipun ia terprovokasi. Ia juga dapat mengendalikan amarahnya sehingga tidak jatuh dalam dosa nestapa.
Oleh: Yusuf Assidiq
Langganan:
Postingan (Atom)