Sumber koran.republika.co.id
Hadis lengkap tentang hal yang Anda maksudkan mungkin adalah sebagai berikut: "Tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah. Diamnya adalah tasbih. Doanya adalah doa yang mustajab. Pahala amalannya pun akan dilipatgandakan."
Status hadis tersebut menurut para ahli hadis adalah lemah (dha'if), bahkan ada yang menyebutnya maudhu' (palsu). Ini karena di antara para perawinya ada yang lemah, bahkan pendusta. Tersebarnya hadis ini di Indonesia mungkin karena sebagian dai atau ulama mengutipnya dari kitab Ihya Ulumuddin karya Imam Ghazali atau dari kitab Kanzul Ummal, walau yang disebutkan hanya bagian awalnya saja, yaitu naum ash-sha`imi 'ibadah. Di antara para perawi yang membuat cacat hadis tersebut adalah Ma'ruf bin Hisan, Sulaiman bin Amran-Nakh'i, dan Abdul Malik bin Umair.
Adapun tidur yang dianggap bernilai ibadah di antaranya adalah jika perbuatan mubah (boleh), seperti makan, tidur, dan hubungan suami istri di malam Ramadhan diniatkan untuk melakukan ibadah. Hal tersebut seperti yang dijelaskan Imam Nawawi dalam Syarh Muslim, "Sesungguhnya perbuatan mubah, jika dimaksudkan dengannya untuk mengharapkan wajah Allah Ta'ala, maka dia akan berubah menjadi suatu ketaatan dan akan mendapatkan balasan (ganjaran)." Maknanya, apabila tidur malam pada bulan Ramadhan, diniatkan untuk bangun dan segar kala mendirikan qiyam Ramadhan, maka tidur tersebut bernilai ibadah.
Namun, jika tidur siang seseorang berkepanjangan yang disebabkan oleh kemalasan atau menahan lapar dan haus sedikit, lalu membuatnya menjadi kontraproduktif, malas beribadah, atau sering melewatkan shalat berjamaah karena tidurnya, maka tidur tersebut tidak termasuk kategori ibadah dan tidak mendatangkan pahala, bahkan mungkin masuk kategori makruh. Karena, ada dua jenis tidur. Ada tidur yang membuat pelakunya segar ketika terbangun dan ada tidur yang membuat pelakunya lemah dan malas, di antara penyebabnya adalah karena terlalu banyak tidur.
Wallahu a'lam bish shawab.