Selasa, 15 Mei 2012

Cita-cita = hidup foya-foya mati masuk surga

REPUBLIKA.CO.ID, Sewaktu sekolah di SMP dulu, seorang sahabat saya bernama Erick Happy ditanya oleh seorang guru, “Apa cita-cita kamu nanti?”

Dengan santai dia menjawab, “Muda foya-foya, tua kaya raya, mati masuk syurga.” ...Gggrrrrr…suasana kelas pun bergemuruh. Sang guru pun marah karena merasa diolok-olok.

Kamis, 10 Mei 2012

Ibadah yang tertolak (kisah 7 malaikat)

Telah diceritakan oleh Ibnu al-Mubarak tentang seorang laki-laki yang bernama Khalid bin Ma’dan, dimana ia pernah bertanya kepada Mu’adz bin Jabal ra., salah seorang sahabat Nabi Muhammad saw.
“Wahai Mu’adz! Ceritakanlah kepadaku suatu hadits yang telah engkau dengar langsung dari Rasulullah saw., suatu hadits yang engkau hafal dan selalu engkau ingat setiap harinya disebabkan oleh sangat kerasnya hadits tersebut, sangat halus dan mendalamnya hadits tersebut. Hadits yang manakah yang menurut engkau yang paling penting?”

Sabtu, 21 April 2012

Tujuh maqom dalam Islam

MAQOM PERTAMA : MUSLIM TINGKAT AWAL
Muslim karena lahir, muslim karena tradisi keluarga, muslim ktp, muslim nama, muslim mualaf atau muslim karena syahadat nikah dengan orang islam tapi hatinya belum tentu sepenuhnya beriman kepada Allah, nabi, rasul, kitab, malaikat, akhirat, takdir. Termasuk juga dalam kelompok ini adalah Muslim yang masih mempertanyakan Allah, nabi-nabi, rasul-rasul, kitab suci, malaikat-malaikat, akhirat dan takdir. Dalam Muslim tingkat awal ini juga termasuk Muslim yang Keimanannya baru di mulut belum sepenuhnya dalam hati dan amal perbuatan. Muslim yang bila tidak dididik dengan baik masih mungkin berbuat fasik atau kerusakan-kerusakan .

Senin, 02 April 2012

Kisah seorang pemuda yang bermimpi bertemu wanita lebih cantik dari bidadari surga, Ainul Mardhiyah

Dalam suatu kisah yang dipaparkan Al Yafi’i dari Syeikh Abdul Wahid bin Zahid, dikatakan: Suatu hari ketika kami sedang bersiap-siap hendak berangkat perang, aku meminta beberapa teman untuk membaca sebuah ayat. Salah seorang lelaki tampil sambil membaca ayat Surah At Taubah ayat 111, yang artinya sebagai berikut :

“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu’min, diri dan harta mereka dengan memberikan sorga untuk mereka”

Minggu, 18 Maret 2012

Kisah si pembunuh seratus jiwa

Sumber dari sini

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakannya kepada umatnya agar menjadi pelajaran berharga dan teladan dalam kebaikan. Al-Imam Al-Bukhari dan Muslim rahimahumallah meriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri, Sa’id bin Malik bin Sinan radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

Jumat, 02 Maret 2012

Pencuri, pelacur, orang kaya kikir bertaubat karena sedekah ikhlas

Dari postingan teman di G+

Abu Hurairah r.a. berkata bahwa sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda, “Seorang laki-laki dari Bani Israil telah berkata, ‘Saya akan bersedekah.’ Maka pada malam hari ia keluar untuk bersedekah. Dan ia a telah menyedekahkannya (tanpa sepengetahuannya) ke tangan seorang pencuri. Pada keesokan harinya, orang-orang membicarakan peristiwa itu, yakni ada seseorang yang menyedekahkan hartanya kepada seorang pencuri. Maka orang yang bersedekah itu berkata, “Ya Allah, segala puji bagi-Mu, sedekah saya telah jatuh ke tangan seorang pencuri.” Kemudian ia berkeinginan untuk bersedekah sekali lagi. Kemudian ia bersedekah secara diam-diam, dan ternyata sedekahnya jatuh ke tangan seorang wanita (ia beranggapan bahwa seorang wanita tidaklah mungkin menjadi seorang pencuri). Pada keesokan paginya, orang-orang kembali membicarakan peristiwa semalam, bahwa ada seseorang yang bersedekah kepada seorang pelacur. Orang yang memberi sedekah tersebut berkata, “Ya Allah, segala puji bagi-Mu, sedekah saya telah sampai ke tangan seorang pezina.” Pada malam ketiga, ia keluar untuk bersedekah secara diam-diam, akan tetapi sedekahnya sampai ke tangan orang kaya. Pada keesokan paginya, orang-orang berkata bahwa seseorang telah bersedekah kepada seorang kaya. Orang yang telah memberi sedekah itu berkata, “Ya Allah, bagi-Mu segala puji. Sedekah saya telah sampai kepada seorang pencuri, pezina, dan orang kaya.” Pada malam berikutnya, ia bermimpi bahwa sedekahnya telah dikabulkan oleh Allah swt. Dalam mimpinya, ia telah diberitahu bahwa wanita yang menerima sedekahnya tersebut adalah seorang pelacur, dan ia melakukan perbuatan yang keji karena kemiskinannya. Akan tetapi, setelah menerima sedekah tersebut, ia berhenti dari perbuatan dosanya. Orang yang kedua adalah orang yang mencuri karena kemiskinannya. Setelah menerima sedekah tersebut, pencuri tersebut berhenti dari perbuatan dosanya. Orang yang ketiga adalah orang yang kaya, tetapi ia tidak pernah bersedekah. Dengan menerima sedekah tersebut, ia telah mendapat pelajaran dan telah timbul perasaan di dalam hatinya bahwa dirinya lebih kaya daripada orang yang memberikan sedekah tersebut. Ia berniat ingin memberikan sedekah lebih banyak dari sedekah yang baru saja ia terima. Kemudian, orang kaya itu mendapat taufik untuk bersedekah.”

Dari Ali r.a., Rasulullah saw. bersabda, “Segeralah bersedekah, sesungguhnya musibah tidak dapat melintasi sedekah.”

Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah saw. bersabda, “Sedekah itu tidak akan mengurangi harta. Allah swt. akan menambah kemuliaan kepada hamba-Nya yang pemaaf. Dan bagi hamba yang tawadhu’ karena Allah swt., Allah swt. akan mengangkat (derajatnya). (Muslim)

Abu Hurairah r.a. berkata bahwa Nabi saw. bersabda, “Ketika seseorang sedang berada di padang pasir, tiba-tiba ia mendengar suara dari awan, ‘Curahkanlah ke kebun Fulan.’ Maka bergeraklah awan itu, kemudian turun sebagai hujan di suatu tanah yang keras berbatuan. Lalu, salah satu tumpukan dari tumpukan bebatuan tersebut menampung seluruh air yang baru saja turun, sehingga air mengalir ke suatu arah. Ternyata, air itu mengalir di sebuah tempat di mana seorang laki-laki berdiri di tengah kebun miliknya sedang meratakan air dengan cangkulnya. Lalu orang tersebut bertanya kepada pemilik kebun, “Wahai hamba Allah, siapakah namamu?” Ia menyebutkan sebuah nama yang pernah didengar oleh orang yang bertanya tersebut dari balik mendung. Kemudian pemilik kebun itu balik bertanya kepadanya, “Mengapa engkau menanyakan nama saya?” Orang itu berkata, “Saya telah mendengar suara dari balik awan, ‘Siramilah tanah Si Fulan,’ dan saya mendengar namamu disebut. Apakah sebenarnya amalanmu (sehingga mencapai derajat seperti itu)?” Pemilik kebun itu berkata, “Karena engkau telah menceritakannya, saya pun terpaksa menerangkan bahwa dari hasil (kebun ini), sepertiga bagian langsung saya sedekahkan di jalan Allah swt., sepertiga bagian lainnya saya gunakan untuk keperluan saya dan keluarga saya, dan sepertiga bagian lainnya saya pergunakan untuk keperluan kebun ini.” (Muslim).

Dari Abu Hurairah r.a., Nabi saw. bersabda, “Seorang wanita pezina telah diampuni dosanya karena ketika dalam perjalanan, ia melewati seekor anjing yang menengadahkan kepalanya sambil menjulurkan lidahnya hampir mati karena kehausan. Maka, wanita tersebut menanggalkan sepatu kulitnya, lalu mengikatkannya dengan kain kudungnya, kemudian anjing tersebut diberi minum olehnya. Maka dengan perbuatannya tersebut, ia telah diampuni dosanya.” Seseorang bertanya, “Adakah pahala bagi kita dengan berbuat baik kepada binatang?” Beliau saw. menjawab, “Berbuat baik kepada setiap yang mempunyai hati (nyawa) terdapat pahala.” (Muttafaq ‘alaih)

Rabu, 29 Februari 2012

Pentingnya persahabatan spiritual

Sumber : Republika

Jangan bertanya tentang seseorang,
tetapi bertanyalah tentang sahabatnya.
Sebab, setiap orang akan mengikuti sahabatnya.
(Abdul Qadir Isa)

Persahabatan spiritual mempunyai arti penting bagi orang-orang yang menempuh perjalanan spiritual (salikin). Persahabatan spiritual bukan pertemanan biasa dalam arti teman diskusi dan berbagi pengalaman, tetapi pertemanan sejati yang bisa mengasah ketajaman batin kita di dalam memahami makrifat dan menyingkap tabir rahasia (mukasyafah).

Keutamaan persahabatan spiritual diisyaratkan dalam beberapa ayat antara lain: "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.” (QS At-Taubah: 119). "Dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku.” (QS Luqman: 15).

Juga dalam hadits, "Orang-orang yang paling utama di antara kalian ialah orang-orang yang apabila mereka dipandang maka mereka mengingatkan kepada Allah.” (HR. Al-Hakim dari Anas).

"Hai Ibnu Umar, agamamu, agamamu, agamamu, sesungguhnya dia adalah daging dan darahmu, perhatikanlah dari siapa engkau mengambilnya. Ambillah agama dari orang yang istikamah, dan janganlah mengambilnya dari orang yang menyimpang." (Al-Hadits).

Fungsi sahabat spiritual
Sahabat spiritual dapat menunjukkan penyakit-penyakit yang menghalangi kita untuk sampai kepada Allah SWT sekaligus menunjukkan obatnya. Ia mampu menanam dan menumbuhsuburkan rasa cinta kepada Tuhan. Sahabat spiritual sejati tidak cukup hanya mengajak kita memasuki sebuah pintu, tetapi juga menghilangkan tabir antara dia dan diri kita.

Sehingga kita tidak pernah menyembunyikan masalah apa pun yang terlintas di dalam pikiran kita terhadapnya. Ia tidak hanya menuntun dengan ucapan, tetapi juga mengalirkan energi spiritual dan pikiran positif. Ia selalu mendampingi kita, baik dalam keadaan sedang terjatuh di dalam kubangan dosa maupun di puncak maqam spiritual.

Ia pun selalu memicu kita untuk membersihkan diri dan meningkatkan riyadhah dan mujahadah. Ia seperti memiliki kemampuan untuk mengeluarkan kita dari penjara hawa nafsu dan mengantarkan kita ke hadapan Tuhan. Ia terus menuntun dan mendampingi sehingga kita berada di hadapan-Nya lalu seolah-olah membisiki kita, "Inilah engkau dan Tuhanmu.”

Sahabat spiritual seperti ini langka, tetapi ada dan lebih banyak dari persangkaan kita. Hanya saja kita tidak punya kesungguhan untuk mencarinya. Seandainya di kemudian hari kita mencari dan menemukannya, maka bersyukurlah dengan cara belajar dan menghargai keberadaannya, sebab jika Tuhan mencintai hamba-Nya, Dia akan memperkenalkan hamba itu dengan sahabat spiritual.

Sebaliknya, bukanlah disebut sebagai sahabat spiritual jika dia yang justru mengalihkan perhatian kita dari Tuhan ke dunia dan materi. Malah Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dengan tegas menyatakan, "Apabila engkau menemukan sahabat spiritualmu dalam keadaan lalai, tinggalkanlah!”

Antara mursyid dan sahabat spiritual
Mursyid memiliki jarak dan struktur dengan para salik/murid. Seorang salik harus hormat kepada mursyid. Bahkan tidak disarankan seorang salik membantah mursyidnya karena hal itu bisa berarti pelanggaran.

Perkataan dan tindakan salik harus dikontrol, ketersinggungan mursyid terhadap salik bisa mendatangkan konsekuensi, bergantung pada aturan tarekat yang mereka ikuti.

Sahabat spiritual boleh jadi tidak memiliki jarak dan struktur. Sama-sama salik atau mursyid. Hubungan di antara satu sama lain bisa jadi selevel, namun bisa jadi juga terbentuk struktur, terutama jika salah seorang di antaranya berproses lebih menonjol sebagai senior dan lebih efektif memberi kearifan.

Tidak tertutup kemungkinan, seorang mursyid sekaligus sebagai sahabat spiritual, seperti lazim terjadi pada seorang guru yang juga menjadi teman muridnya. Hal itu bergantung pendekatan sang guru atau murid tersebut.

Pengalaman sejumlah mursyid yang terangkum dalam Jami’ Karamat al-Auliya’ karya Syekh Yusuf bin Islamil An-Nabhan, menunjukkan sahabat spiritual tak mesti manusia yang hidup, tetapi juga bisa mereka yang sudah meninggal dunia.

Roh para nabi dan auliya’ diyakini sejumlah ulama dapat berkomunikasi dengan orang hidup, seperti pengalaman Imam Al-Gazali dan Ibnu Arabi. Salah satu pernyataan muncul dari seorang sufi bahwa alangkah miskinnya seorang murid jika gurunya hanya orang-orang hidup. Ini artinya, sumber informasi spiritual boleh jadi berasal dari makhluk lain.

Dalam dunia tasawuf, Tuhan mempunyai banyak alam lain selain alam dunia atau bumi kita ini. Di kenal juga ada alam malakut dan alam jabarut. Setiap alam Tuhan itu mempunyai penghuni suci seperti halnya bumi ini. Orang-orang yang memiliki kebersihan dan kejernihan spiritual dianggap memiliki kemampuan untuk "bersahabat” dan berkomunikasi dengan para penghuni alam-alam tersebut.

Sekiranya ini benar, pantas banyak sekali ulama atau sufi yang memiliki kemampuan spiritual atau supernatural yang memahami sejumlah rahasia dan misteri alam ini.

Pengalaman dalam Alquran dan hadits
Kalangan sufi sering mengilustrasikan persahabatan spiritual ini dengan pengalaman sejumlah tokoh di dalam Alquran, seperti kisah Nabi Musa dan Khidhir. Musa dengan kedudukannya sebagai nabi masih merasakan adanya kesusahan dan keletihan dalam menjalani perjalanan hidupnya: "Sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini.” (QS Al-Kahfi: 62).


Nabi Musa masih merasa memerlukan sahabat untuk berbagai pengalaman, namun ragu dan berkata, "Aku tidak mengetahui ada seorang yang lebih berilmu dariku."

Saat itu, Allah SWT menunjuk dan memperkenalkan hamba-Nya yang saleh, belakangan disebut dengan Khidhir AS, sebagaimana diabadikan dalam QS Al-Kahfi: 66-70).

Nabi Musa berkata kepada Khidir, "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?”

Khidir menjawab, "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku. Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?”

Musa berkata, "Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai seorang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusan pun.”

"Jika kamu mengikutiku, janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apa pun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu," kata Khidir.

Ujung perjalanan dua anak manusia ini berakhir dengan ketidaksanggupan Nabi Musa mengikuti persyaratan yang ditetapkan oleh sahabatnya itu. Nabi Musa masih kental menggunakan dimensi logika di dalam menanggapi kelakuan sahabatnya, meskipun sudah diingatkan bahwa belum saatnya untuk bertanya apalagi memprotesnya. Misalnya, ketika sahabatnya melubangi perahu nelayan, membunuh anak kecil yang tak berdosa, dan memugar bangunan tua lalu ditinggalkan.

Dalam hadits banyak ditemukan keutamaan orang-orang yang menjalin persahabatan sejati (ash-shuhbah). Di antaranya ialah mereka akan menjadi salah satu di antara tujuh kelompok yang akan mendapatkan vila peristirahatan di bawah ‘Arasy di Padang Mahsyar, di hari ketika matahari tinggal sedepa di atas kepala dan tidak ada tempat berteduh lain selain itu.

Persahabatan spiritual juga dialami oleh para sufi. Hampir semua sufi besar pernah menceritakan sahabat spiritual sejatinya. Misalnya Imam Al-Ghazali, yang tadinya diakui tidak memberi tempat terhadap dunia tasawuf dengan segala tradisinya, berkenalan dengan seorang ulama tasawuf bernama Yusuf An-Nasaj.

Setelah keduanya menempuh perjalanan hidup intelektual-spiritual, pada akhirnya Imam Al-Ghazali sadar bahwa kehidupan paling memuaskan adalah kehidupan sufistik. Dari kesadaran inilah maka ia menulis masterpiece-nya, Ihya Ulumuddin. Ia mengakui, betapa jauh sahabatnya itu telah mengubah pandangan hidupnya dari seorang yang berkecenderungan sebagai filsuf menjadi sufi.

Hal yang sama juga dialami oleh Jalaluddin Rumi, yang lahir pada 30 September 1207 Masehi, bersahabat akrab dengan Syamsuddin Tabrizi (Syams). Ia pernah difitnah keji sebagai pasangan homoseksualnya karena syair-syair Jalaluddin Rumi dalam Masnawi-nya penuh dengan syair cinta terhadap Syams.

Padahal, yang sesungguhnya terjadi ialah persahabatan spiritual di antara keduanya. Dalam sumber lain, Syams tidak lain adalah Khidir AS (Allahu a’lam). Kita belum terlambat untuk mencari sahabat spiritual sekiranya kita belum menemukannya. Dengan usaha dan doa kepada Allah SWT, semoga kita dipertemukan dengan sahabat spiritual sejati kita. Amin.