Minggu, 16 Oktober 2011

Naik Haji

Sumber : jambi.kemenag.go.id

Macam-Macam Pelaksanaan Haji
  • Ifrad: Yaitu melakukan niat haji semata (tanpa umrah). Tanpa DAM
  • Qiran: Melakukan niat haji dan Umrah sekaligus. Dam diharuskan
  • Tamattu': Berniat umrah pada bulan-bulan haji, lalu pada tgl 8 Dzulhijjah melakukan niat haji. DAM diharuskan, atau berpuasa 3 hari di tanah suci dan 4 hari jika telah kembali ke negara asal.


Rukun-Rukun Haji (jika ditinggalkan, haji menjadi batal)
  • Ihram
  • Wukuf di Arafah
  • Thawaf Ifadhah
  • Sa'I
  • Tahallul
  • Berurut (Syafi'I)


Wajib-wajib Haji (jika ditinggalkan, wajib memotong DAM)
  • Berihram dari Miqat
  • Mengucapkan Talbiyah (minimal sekali)
  • Memakai pakaian khusus (pria: 2 potong kain tak berjahit. Wanita pakaian Muslimah)
  • Berada di Arafah hingga terbenam matahari
  • Mabit di Muzdalifah (minimal lewat ½ malam
  • Melempar Jumrah (hari pertama hanya Aqabah. Disusul 2-3 hari melempar seluruh Jumrah)
  • Mabit di Mina (2-3 malam)
  • Tawaf Wada'

Penjelasan Rukun-Rukun Haji

RUKUN PERTAMA: IHRAM


Yaitu melakukan ritual "niat" haji atau umrah dan/atau haji sekaligus dari Miqat yang telah ditentukan dengan bacaan yang telah ditentukan karena Allah ta'aala. Niat haji dilakukan dengan mengucapkan bacaan berikut:
(Labbaeka Allahumma hajjan wa 'umratan) - bagi yang berhaji qiran.
(Labbaeka Allahumma hajjan) - bagi yang berhaji Ifrad
(Labbaeka Allahumma 'umratan) - bagi yang berumrah/berhaji tamattu'


Wajib-wajib Ihram:
  • Melakukannya di Miqat atau sebelumnya. Ada lima miqat yang telah ditentukan. Bagi kita, tergantung arah kedatangan pesawatnya
  • Membaca Talbiyah: (Labbaeka Allahumma Labbaek. Labbaeka laa syariika lakalabbaek. Innal hamda, wanni'mata laka wal mulk, laa syariika lak).
  • Memakai pakaian tidak berjahit (pria) dan Muslimah (wanita)
  • Menjaga larangan-larangannya (lihat larangan Ihram).

Sunnah-Sunnah Ihram:
  • Mandi / Wudhu
  • Mencukur/memotong (kuku, kumis, bulu ketiak, kemaluan)
  • Berwangian sebelum membaca niat (di badan)
  • Shalat sunnah 2 raka'at
  • Memperbanyak "talbiyah"


Larangan-Larangan Ihram (ada ketentuan dendanya):
  • Mencabut rambut.
  • Menggunting kuku.
  • Memakai wangi-wangian.
  • Membunuh hewan buruan.
  • Mencabut pepohonan di tanah suci
  • Mengenakan pakaian berjahit (bagi laki-laki).
  • Menutupi kepala dengan sesuatu yang menempel (bagi pria)
  • Memakai tutup muka dan kaos tangan (bagi wanita)
  • Menutupi mata kaki (bagi pria)
  • Melangsungkan pernikahan, menikah atau menikahkan.
  • Berhubungan suami isteri.
  • Bercumbu (bermesraan) dengan syahwat
  • Keluarnya airmani karena sengaja.


Sanksi pelanggaran larangan Ihram:
  • Ia melakukannya tanpa udzur (alasan), maka ia berdosa dan wajib membayar fidyah (tebusan).
  • Ia melakukannya untuk suatu keperluan, seperti memotong rambut karena sakit. Perbuatannya ter-sebut dibolehkan, tetapi ia wajib membayar fidyah.
  • Ia melakukannya dalam keadaan tidur, lupa, tidak tahu atau dipaksa. Dalam keadaan seperti itu ia tidak berdosa dan tidak wajib membayar fidyah.
Jika yang dilanggar itu berupa mencabut rambut, menggunting kuku, memakai wangiwangian, bercumbu karena syahwat, laki-laki mengenakan kain yang berjahit atau menutupi kepalanya, atau wanita memakai tutup muka (cadar) atau kaos tangan maka fidyah-nya antara tiga, boleh memilih salah satu daripadanya:
  • Menyembelih kambing (untuk dibagikan kepada orang-orang fakir miskin dan ia tidak boleh memakan sesuatu pun daripadanya).
  • Memberi makan enam orang miskin, masing-masing setengah sha' makanan. (setengah sha' lebih kurang sama dengan 1,25 kg.).
  • Berpuasa selama tiga hari di tanah suci dan 7 hari jika kembali ke negara asal.
  • Jika yang dilakukan adalah larangan-larangan berikut
  • Melamar atau melangsungkan pernikahan, tidak ada ketetapan. Namun ada yang berpendapat dengan memotong kambing.
  • Membunuh binatang buruan (darat) dengan memotong hewan yang dibunuhnya (kambing dengan kambing)
  • Bersetubuh (dan ia adalah larangan yang paling besar). Jika ia melakukannya secara sengaja sebelum tahallul pertama, hajinya batal, menyembelih onta serta wajib melakukannya kembali pada tahun berikutnya. Jika dilakukan setelah tahallul pertama, maka dendanya adalah memotong kambing (jumhur ulama).
RUKUN KEDUA: WUKUF DI ARAFAH


Wukuf berarti "berhenti". Sedangkan dalam pengertian Syaria'h: "Tinggal di padang Arafah sejak tergelincir matahari pada tgl 9 dzulhijjah dengan niat ibadah karena Allah". Arafah adalah nama sebuah padang, sekitar 8 mil dari kota Makkah. Padang ini dinamai "arafah" berarti "mengenal", karena riwayat menyebutkan bahwa di padang inilah Adam dan Hawa kembali saling bertemu dan mengenal setelah masing-masing diturunkan ke
bumi pada tempat yang berjauhan. Dengan demikian, wukuf di Arafah dapat berarti berhenti sejenak untuk mengenal kembali. Sebagian ahli hikmah mengatakan bahwa pengertian ini mengandung makna pentingnya bagi manusia untuk sejenak berhenti (introspeksi) dalam rangka melakukan pengenalan (pada dirinya sendiri dan juga lingkungan sekitarnya). Tanpa mengenal dirinya sendiri, manusia mustahil untuk mengenal Penciptanya secara benar. Tanpa mengenal Rabb-nya, manusia akan mustahil mampu untuk menyikapi kehidupannya secara rasional.

Wukuf di Arafah merupakan rukun haji yang paling utama. Rasulullah bersabda "Alhajju 'arafah" (haji itu adalah Arafah". Sehingga barangsiapa yang tidak sempat melakukan wukuf, walau telah melakukan semua rukun yang lain, hajinya dianggap tidak ada.


Wajib Wukuf:
  1. Dilakukan di dalam daerah Arafah (Kalau sempat keluar walau sejengkal sebelum terbenam, diwajibkan memotong)
  2. Dilakukan hingga terbenam matahari (kalau mengakhirinya sebelum terbenam, wajib memotong)


Sunnah-Sunnah Wukuf:
  1. Melakukan shalat Zhuhur dan Asar (jama' qashar)
  2. Mendengarkan Khutbah Arafah
  3. Memperbanyak dzikir, doa atau baca Al Qur'an. Doa terafdhal adalah: "Laa ilaaha illallah wahdahu laa syraiika lah, lahul Mulku walahul hamdu yuhyii wa yumiit wahuwa 'alaa kulli syaein Qadiir". Masuk daerah Arafah sebelum zhuhur (setelah Zhuhur masih sah, tapi kehilangan sunnahnya).

RUKUN KETIGA: THAWAF:


Thawaf berarti "mengelilingi". Dalam pengertian syari'ah, thawaf difahami sebagai mengelilingi Ka'bah selama tujuh kali dengan niat ibadah karena Allah Ta'aala.

Macam-Macam Thawaf: Ada 4 macam thawaf:
  1. Thawaf Qudum, yaitu thawaf selamat datang. Thawaf ini hanya berlaku bagi mereka yang melakukan haji Ifrad.
  2. Thawaf Ifadhah, yaitu thawaf rukun (haji / umrah).
  3. Thawaf Sunnah, yaitu thawaf-thawaf yang dilakukan kapan saja bilamana ada peluang.
  4. Thawaf Wada', yaitu thawaf selamat tinggal, yang dilakukan jika seorang haji akan meninggalkan tanah haram.


Syarat-syarat Thawaf:
  1. Wudhu
  2. Menutup aurat
  3. Di luar Ka'bah
  4. Di dalam masjid al Haram
  5. Ka'bah di sebelah kiri
  6. Sempurna tujuh keliling
  7. Dimulai dan berakhir di sudut al hajar al aswad


Sunnah-Sunnah Thawaf:
  1. Mencium hajar al Aswad (jika tidak memungkinkan, dengan mengacungkan tangan dan menciumnya) sambil membaca: "Bismillah Allahu Akbar, abda' bimaa badaaLLAHU wa Rasuluhu bihi"
  2. Membaca doa: "Allahumma imaanan bika watishdiikan bikitaabika wattibaa'an lisunnati nabiyyika Muhammadin Sallallahu 'alaihi wasallam"
  3. Pada 3 putaran pertama, bagi laki-laki melakukan harwalah (berlari-lari kecil)
  4. Idhtiba' (menggantungkan kain atas di bawah ketiak)
  5. Melambaikan tangan ke Rukun Yamani (tanpa mencium)
  6. Membaca "Rabbana Aatina fidddunya hasanah wa fil Akhirah hasanah waqinaa 'adzaabannar" antara sudut keempat dan pertama (yamani-hajar al aswad)
  7. Memperbanyak doa, dzikir atau bacaan al Qur'an (sesuai kemampuan dan tanpa ikatan dengan doa puataran pertama, kedua, dst.)
  8. Shalat di belakang "Maqam Ibrahim" dengan membaca: pada raka'at pertama alfaatihah dan Al Kaafirun dan pada raka'at kedua al faatihah dan Al Ikhlas
  9. Berdoa di depan "Multazam" (sesuai hajat masing-masing).
  10. Meminum air zamzam (turun menuju tempat sumur zam zam).


RUKUN KEEMPAT: SA'I


Sa'I berarti "berusaha keras". Secara syar'I diartikan: "Berkeliling antara bukit Shafa dan Marwa selama tujuh kali dengan niat ibadah karena Allah ta'ala".


Syarat-Syarat Sa'i:
  1. Wudhu (sebagian tidak melihatnya keharusan)
  2. Tujuh keliling
  3. Dimulai dari Shafa dan berakhir di Marwa
  4. Arah yang benar
Sunnah-Sunnah Sa'i:
  1. Saat memulai dengan menghadap Ka'bah, melambaikan tangan sambil membaca: "Bismillah abda' bimaa badaaLLAHU Wa Rasuluhu bihi"
  2. Mulai berjalan sambil membaca: "Innas Shafa wal Marwata min Sya'aairiLLAH. Famanhajjal baeta awi'tamara falaa junaaha 'alaehi an yatthawwafa bihimaa. Famantathawwa'a khaeran fainnaLLAH syaakirun 'aliim". (dibaca setiap mendekati Shafa atau Marwa)
  3. Berlari-lari di antara dua lampu pijar (bagi pria)
  4. Memperbanyak doa, dzikir atau bacaan Al Qur'an
  5. Mengakhiri dengan berdoa menghadap Ka'bah

RUKUN KELIMA: TAHALLUL


Pengertian "Tahallul" adalah menghalalkan kembali apa-apa yang tadinya dilarang ketika masih dalam keadaan ihram. Tahallul ada dua macam; tahallul pertama dan tahallul kedua.

Tahallul pertama adalah melakukan pemotongan rambut baik secara keseluruhan atau hanya sebagianm walau hanya sepanjang 2 inci oleh Syafi'I, setelah melakukan dua rukun ditambah satu wajib haji. Jadi setelah melakukan ihram (rukun 1) lalu wukuf (rukun 2), dilanjutkan dengan melempar Jamrah Aqabah, sesorang haji telah diperbolehkan untuk melakukan tahallul pertama. Orang yang telah melakukan tahallul I, telah dapat melakukan larangan-larangan ihram, kecuali hubungan suami isteri (jima').

Tahallul kedua adalah jika semua rangkaian rukun haji telah dilakukan, termasuk thawaf ifadhah dan Sa'I haji. Tahallul kedua tidak dilakukan pemotongan, melainkan jatuh dengan sendirinya jika kedua hal di atas telah dilakukan. Setelah tahallul kedua jatuh, semua larangan ihram boleh dilakukan kembali, termasuk hubungan suami isteri.


Amalan-Amalan Mina.


Sebagaimana disebutkan terdahulu, amalan-amalan Mina termasuk dalam kategori wajib haji. Jadi melempar Jumrah Aqabah pada hari I, dilanjutkan dengan melempar ketiga jamarat pada hari kedua dan ketiga (nafar Awal) atau pada hari ketiga (nafar tsani), dan juga melakukan mabit pada malam-malam selama malam pelemparan tersebut, hukumnya adalah wajib. Yaitu jika tidak dilaksanakan maka diharuskan memotong atau
membayar DAM.


a. Melempar Jumrah Aqabah (10 Dzulhijjah pagi)
  • Hanya dari Satu arah (menghadap Makkah)
  • Setiap lemparan (7 lemparan) dengan membaca "Bismillah-Allahu Akbar".
  • Setelah melempar berdoa menghadap Ka'bah (doa bebas).

b. Melempar 3 Jumrah: Ula, Wustha, Aqabah (11 dan 12 Dzulhijjah).
  • Dimulai dari Ula lalu Wustha dan diakhiri di Aqabah
  • Setiap lemparan membaca bacaan di atas
  • Setelah melempar ketiganya berdoa menghadap Makkah

c. Mabit di Mina (tgl 10 malam dan tgl 11 malam Dzulhijjah)
  • Selama mabit memperbanyak dzikir dan doa
  • Mabit artinya berada pada tempat tersebut pada malam hari. Minimal sebelum midnight hingga setelah tengah malam.

Catatan: Ada dua macam pelemparan dan Mabit di Mina. Pertama: Nafar Awal, yaitu
melempar hanya dua hari dan mabit hanya dua malam. Bagi yang mengambil nafar awal,
harus meninggalkan Mina sebelum matahari terbenam pada tgl 12 Dzulhijjah. Kedua:
Nafar Tsani, yaitu menambah semalam lagi di Mina pada tgl 12 Dzulhijjah malam, dan
esoknya melempar kembali tiga Jumrah.


THAWAF WADA'
Tawaf Wada' artinya thawaf "Selamat tinggal" karena seseorang akan meninggalkan tanah haram menuju kembali ke tempat tinggal aslinya dan dianggap sebagai bagian dari Wajib Haji. Cara melakukannya sama dengan thawaf lain, dengan catatan tidak boleh lagi melakukan kegiatan, kecuali dharurat seperti makan karena lapar, setelahnya.


Haji dan Ziarah Madinah


Ada semacam asumsi yang berkembang bahwa ziarah ke Madinah dengan shalat arba'iin (shalat 40 kali waktu tanpa masbuq) di masjid Nabawi menjadi penentu afdhal tidaknya haji seseorang. Padahal, sebenarnya hubungan antara haji dan ziarah ke masjid Nabawi di Madinah adalah dua entity ibadah yang terpisah. Haji adalah wajib dan menjadi rukun kelima Islam, sementara ziarah sekedar sunnah yang dianjurkan oleh Rasululah SAW. Untuk itu, sebenarnya kedua-duanya tidak ada hubungan serta tidak saling menanmbah
atau mengurangi bobot ibadahnya.

(Allahumma ij'alhu hajjan mabruuran wa sa'yan masykuuran wa dzanban maghfuuran wa
tijaaratan lan tabuur) Amin!

Sabtu, 15 Oktober 2011

Kisah Nabi Idris 'alaihi sallam melihat surga dan neraka

Sumber : www.sufiz.com

Karena ketekunannya dalam beribadah dan menuntut ilmu, Nabi Idris dikaruniai Allah SWT pengetahuan yang luas dan dalam. Dialah manusia pertama yang menulis dengan pena serta satu-satunya Nabi yang tinggal di surga tanpa mengalami kematian.

Nabi Idris lahir di Munaf, sebuah daerah di Mesir. Dia adalah keturunan ke enam Nabi Adam, dari Yazid bin Mihla’iel bin Qinan bin Syits. Dia kakek bapak Nabi Nuh AS. Nabi Syits mengajarkan Idris membaca Shafiah. Allah SWT menurunkan 30 Shahifah kepada Nabi Idris AS yang berisi petunjuk untuk disampaikan kepada umatnya (keturunan Qabil yang durhaka kepada Allah).

Idris kecil mempelajari Shafiah dengan tekun, karena kesukaannya membaca itulah, ia mendapat gelar “Idris”, yang artinya orang yang tekun belajar. Dia belajar membaca dan menulis tanpa mengenal waktu dan tempat. Dia menjadi Nabi pertama yang menulis dengan Pena yang terbuat dari batu kerikil. Tidak mengherankan bila Allah menganugerahkan ilmu pengetahuan yang luas.

Beliaulah yang mula-mula pandai ilmu hitung dan ilmu bintang, dan beliau pula manusia pertama yang merancak kuda, menggunting pakian yang terbuat dari kulit binatang dan menjahitnya.

Dia mempunyai kekuatan yang hebat dan bertabiat gagah berani, sehingga diberi julukan “Asadul Usud”, artinya Singa dari segala Singa. Dia tidak pernah lalai sedikitpun dari mengingat Allah, walau sedang sibuk menghadapi persoalan penting sehari-hari. Hingga Allah memberikan derajat yang tinggi padanya.

Seperti halnya Nabi Adam dan Nabi Syits, Nabi Idris juga menerima Wahyu Allah melalui Malaikat Jibril yang berupa 30 Shahifah yang berisi petunjuk untuk disampaikan kepada Umatnya. Beliau di utus berdakwah kepada umat keturunan Qabil. Umat ini telah bersikap durhaka kepada Allah. Mereka menimbulkan berbagai bencana dan kerusakan di muka bumi. Oleh Nabi Idris orang-orang ini diajak salat, puasa dan bersedekah.

Tapi, keturunan Qabil ini tak mau mendengar ajakan menuju kebaikan itu. Mereka malah menghina dan mengejek Nabi Idris. “Hidup kami sudah enak, senang dan serba cukup, kenapa engkau mengganggu kami? Tanya beberapa orang penting dari kaum itu.

“Ajaranmu aneh, kami tak membutuhkannya!” sahut yang lain. “Lebih baik engkau hidup sendiri bersama Tuhanmu.”

Begitulah tantangan dakwah Nabi Idris selama puluhan tahun menyebarkan ajaran kebenaran. Hanya beberapa gelintir orang yang mau mengikutinya. Sebagian besar dari mereka lebih suka mengikuti hawa nafsunya sendiri.

Karena keturunan Qabil semakin menentang ajaran Idris, Allah memerintahkan Nabi Idris meninggalkan mereka dan membawa pengikutnya yang setia dan mau beriman kepada Allah untuk menyelamatkan diri. Karena Allah akan menurunkan azab kepada umat yang durhaka itu.

Begitu Nabi Idris dan pengikutnya meninggalkan negeri itu, datanglah azab yang dijanjikan Allah. Paceklik merajalela, pertanian gagal, ternak mati, akhirnya umat yang sesat itupun mati bergelimpangan karena kelaparan.

Sebaliknya, Nabi Idris dan orang-orang beriman yang mengikutinya diselamatkan Allah dari bencana yang mengerikan itu.
Izrael, Malaikat pencabut nyawa sangat mengagumi kepandaian Nabi Idris. Izrael ingin lebih mengenal Nabi Idris. Atas izin Allah, diam-diam Izrael menyamar sebagai manusia dan bertamu ke rumah Nabi Idris.

“Assalamu’alaikum,” Malaikat Izrael memberi salam sambil mengetuk pintu.

“Wa’alaikum salam,” jawab Nabi Idris, “Silahkan masuk, siapakah itu, dan ada perlu apa datang kemari?”

Izrael menyampaikan maksudnya untuk berkenalan dengan Nabi Idris sebagai utusan Allah. Akhirnya Nabi Idris mengajak Izrael menginap di rumahnya.

Di rumah Nabi Idris, keduanya asyik beribadah, mereka tidak banyak bicara melainkan terus beribadah. Ketika tiba waktu makan, Nabi Idris mempersilahkan tamunya makan. Tamunya menolak. “Silahkan tuan makan sendiri, saya ingin melanjutkan ibadah saya kepada Allah,” jawabnya.

Setelah makan nabi Idris melanjutkan ibadah bersama tamunya sampai tiba waktu tidur. “Silahkan tuan tidur disini,” Nabi Idris menunjukkan tempat tidur tamu.

“Silahkan tuan tidur dulu, saya masih ingin melanjutkan ibadah saya,” jawab sang tamu, tanpa menunjukkan rasa lelah.

Keesokan harinya, kejadian yang sama berulang. Nabi Idris sangat heran,, siapakah sebenarnya tamu ini, kenapa tamu aneh ini tidak mau makan dan tidur? Dengan hati-hati Nabi Idris menanyakan hal itu kepada tamunya.

“Saya adalah Izrael, Malaikat pencabut nyawa,” kata sang tamu. Nabi Idris sangat kaget. “Jadi, engkau datang untuk mencabut nyawa saya?” tanya Nabi Idris.

Izrael menggeleng, lalu menjelaskan keinginannya untuk mengenal Nabi Idris lebih jauh. Barulah Nabi Idris sadar, memang begitulah kehidupan malaikat. Dan para Malaikat memang suka mendekati orang-orang yang beriman. Bila orang beriman sedang shalat, berdoa, atau melakukan amal saleh, banyak malaikat yang mengerumuninya.

“Sebenarnya saya ingin merasakan bagaimana rasanya jika nyawa seseorang sedang di cabut,” ujar Nabi Idris tiba-tiba.

“Permintaan tuan aneh sekali,” kata Izrael. Selama ini manusia justru takut nyawanya akan dicabut.

Idris menjelaskan kepada Izrael bahwa pengalamannya akan menjadi bekal dalam berdakwah. Dengan izin Allah, Malaikat Izrael melakukan apa yang diminta Nabi Idris. Dicabutnya nyawa Nabi Idris, lalu segera dikembalikan lagi.

“Saya tidak merasakan apa-apa,” kata Idris setelah bangun dari kematiannya

“Karena saya melakukannya dengan lembut. Begitulah yang selalu saya lakukan terhadap orang-orang beriman,” kata Izrael.

“Bagaimana dengan orang yang tidak beriman? Tanya Nabi Idris penasaran.

“Oh, mereka akan merasakan luar biasa kesakitan waktu nyawa mereka dicabut,” kata Izrael. Nabi Idris ingin mendengarnya. Terlebih waktu Izrael mengatakan, rasa sakit itu akan dirasakan simati sampai hari kiamat. Nabi Idris tidak mampu membayangkan betapa sakitnya. Sakit sehari saja rasanya sudah tidak tahan, apalagi kalau harus menanggungnya hingga ratusan tahun sambil menunggu waktu kiamat tiba. Sebaliknya orang yang beriman akan merasakan kebahagiaan. Setelah mati, mereka akan menikmati hasil setiap amal saleh mereka di dunia,” tutur Izrael menjelaskan.

Setiap hari Malaikat Izrael dan Nabi Idris beribadah bersama. Suatu kali, sekali lagi Nabi Idris mengajukan permintaan. “Bisakah engkau membawa saya melihat surga dan neraka?”

“Wahai Nabi Allah, lagi-lagi permintaanmu aneh,” kata Izrael.

Setelah Malaikat Izrael memohon izin kepada Allah, dibawanya Nabi Idris ke tempat yang ingin dilihatnya.

“Ya Nabi Allah, mengapa ingin melihat neraka? Bahkan para Malaikat pun takut melihatnya,” kata Izrael.

“Terus terang, saya takut sekali kepada Azab Allah itu. Tapi mudah-mudahan, iman saya menjadi tebal setelah melihatnya,” Nabi Idris menjelaskan alasannya.

Waktu mereka sampai ke dekat neraka, Nabi Idris langsung pingsan. Penjaga neraka adalah Malaikat yang sangat menakutkan. Ia menyeret dan menyiksa manusia-manusia yang durhaka kepada Allah semasa hidupnya. Nabi Idris tidak sanggup menyaksikan berbagai siksaan yang mengerikan itu. Api neraka berkobar dahsyat, bunyinya bergemuruh menakutkan, tak ada pemandangan yang lebih mengerikan dibanding tempat ini.

Dengan tubuh lemas Nabi Idris meninggalkan tempat yang mengerikan itu. Kemudian Izrael membawa Nabi Idris ke surga. “Assalamu’alaikum…” kata Izrael kepada Malaikat Ridwan, Malaikat penjaga pintu surga yang sangat tampan.

Wajah Malaikat Ridwan selalu berseri-seri di hiasi senyum ramah. Siapapun akan senang memandangnya. Sikapnya amat sopan, dengan lemah lembut ia mempersilahkan para penghuni surga untuk memasuki tempat yang mulia itu.

Waktu melihat isi surga, Nabi Idris kembali nyaris pingsan karena terpesona. Semua yang ada di dalamnya begitu indah dan menakjubkan. Nabi Idris terpukau tanpa bisa berkata-kata melihat pemandangan sangat indah di depannya. “Subhanallah, Subhanallah, Subhanallah…” ucap Nabi Idris beulang-ulang.

Nabi Idris melihat sungai-sungai yang airnya bening seperti kaca. Di pinggir sungai terdapat pohon-pohon yang batangnya terbuat dari emas dan perak. Ada juga istana-istana pualam bagi penghuni surga. Pohon buah-buahan ada disetiap penjuru. Buahnya segar, ranum dan harum.

Waktu berkeliling di sana, Nabi Idris diiringi pelayan surga. Mereka adalah para bidadari yang cantik jelita dan anak-anak muda yang amat tampan wajahnya. Mereka bertingkah laku dan berbicara dengan sopan.

Mendadak Nabi Idris ingin minum air sungai surga. “Bolehkah saya meminumnya? Airnya kelihatan sejuk dan segar sekali.”

“Silahkan minum, inilah minuman untuk penghuni surga.” Jawab Izrael. Pelayan surga datang membawakan gelas minuman berupa piala yang terbuat dari emas dan perak. Nabi Idris pun minum air itu dengan nikmat. Dia amat bersyukur bisa menikmati air minum yang begitu segar dan luar biasa enak. Tak pernah terbayangkan olehnya ada minuman selezat itu. “Alhamdulillah, Alhamdulillah, Alhamdulillah,” Nabi Idris mengucap syukur berulang-ulang.

Setelah puas melihat surga, tibalah waktunya pergi bagi Nabi Idris untuk kembali ke bumi. Tapi ia tidak mau kembali ke bumi. Hatinya sudah terpikat keindahan dan kenikmatan surga Allah.

“Saya tidak mau keluar dari surga ini, saya ingin beribadah kepada Allah sampai hari kiamat nanti,” kata Nabi Idris.

“Tuan boleh tinggal di sini setelah kiamat nanti, setelah semua amal ibadah di hisab oleh Allah, baru tuan bisa menghuni surga bersama para Nabi dan orang yang beriman lainnya,” kata Izrael.

“Tapi Allah itu Maha Pengasih, terutama kepada Nabi-Nya. Akhirnya Allah mengkaruniakan sebuah tempat yang mulia di langit, dan Nabi Idris menjadi satu-satunya Nabi yang menghuni surga tanpa mengalami kematian. Waktu diangkat ke tempat itu, Nabi Isris berusia 82 tahun.

Firman Allah:

“Dan ceritakanlah Idris di dalam Al-Qur’an. Sesungguhnya ia adalah orang yang sangat membenarkan dan seorang Nabi, dan kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi.” (QS Al-Anbiya:85-86).

***
Pada saat Nabi Muhammad sedang melakukan perjalanan Isra’ Mi’raj ke langit, beliau bertemu Nabi Idris. “Siapa orang ini? Tanya Nabi Muhammad kepada Jibril yang mendampinginya waktu itu.

“Inilah Idris,” jawab Jibril. Nabi Muhammad mendapat penjelasan Allah tentang Idris dalam Al-Qur’an Surat Al-Anbiya ayat 85 dan 86, serta Surat Maryam ayat 56 dan 57.

Sabtu, 01 Oktober 2011

Kecerdasan Ketiga Menurut al-Ghazali

sumber : koran.republika.co.id

oleh : Prof Dr Nasaruddin Umar
Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah



Imam al-Ghazali (450 H/ 1058M-505 H/ 1111M) dan beberapa sufi lainnya sesungguhnya sudah lama memperkenalkan model kecerdasan spiritual dengan beberapa sebutan, seperti dapat dilihat dalam konsep mukasyafah dan ma'rifah. Menurut al-Ghazali, kecerdasan spiritual dalam bentuk mukasyafah (penyingkapan langsung) dapat diperoleh setelah roh terbebas dari berbagai hambatan.

Yang dimaksud hambatan di sini ialah kecenderungan duniawi dan berbagai penyakit jiwa, termasuk perbuatan dosa dan maksiat. Mukasyafah merupakan sasaran terakhir para pencari kebenaran dan mereka yang berkeinginan meletakkan keyakinannya di atas kepastian. Kepastian yang mutlak tentang kebenaran hanya mungkin dapat dicapai ketika roh tidak lagi terselubung khayalan dan pikiran. (Lihat mukadimah Ihya' Ulum al-Din).

Kecerdasan spiritual, menurut Al-Ghazali, dapat diperoleh melalui wahyu dan atau ilham. Wahyu merupakan kata-kata yang menggambarkan hal-hal yang tidak dapat dilihat secara umum, diturunkan Allah kepada nabi-Nya untuk disampaikan kepada orang lain sebagai petunjuk-Nya. Sedangkan, ilham hanya merupakan pengungkapan (mukasyafah) kepada manusia pribadi yang disampaikan langsung masuk ke dalam batin seseorang.

Al-Ghazali tidak membatasi ilham itu hanya pada wali, tetapi diperuntukkan kepada siapa pun yang diperkenankan oleh Allah. Menurut dia, tidak ada perantara antara manusia dan pencipta-Nya. Ilham diserupakan dengan cahaya yang jatuh di atas hati yang murni dan sejati, bersih, dan lembut. Dari sini, al-Ghazali tidak setuju ilham disebut atau diterjemahkan dengan intuisi.

Ilham berada di wilayah supra consciousness, sedangkan intuisi hanya merupakan sub-consciousness. Allah SWT sewaktu-waktu dapat saja mengangkat tabir yang membatasi Dirinya dengan makhluk-Nya. Ilmu yang diperoleh secara langsung dari Allah itulah yang disebut 'ilm al-ladunni oleh sl-Ghazali. (Lihat karyanya, Risalah al-Ladunniyyah)

Orang yang tidak dapat mengakses langsung ilmu pengetahuan dari-Nya tidak akan menjadi pandai karena kepandaian itu dari Allah. Al-Ghazali mengukuhkan pendapatnya dengan mengutip surah al-Baqarah/2: 269. "Allah menganugerahkan al-hikmah (kefahaman yang dalam tentang Alquran dan Sunah) kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barang siapa yang dianugerahi al-hikmah itu, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah)."

Al-Ghazali mengakui adanya hierarki kecerdasan, dan hierarki ini sesuai dengan tingkatan substansi manusia. Namun, ia menyatakan, hierarki ini disederhanakan menjadi dua bagian, yaitu kecerdasan intelektual yang ditentukan oleh akal (al-'aql) dan kecerdasan spiritual yang diistilahkan dengan kecerdasan ruhani, ditetapkan dan ditentukan oleh pengalaman sufistik.

Agak sejalan dengan Ibnu Arabi yang menganalisis lebih mikro lagi tentang kecerdasan spiritual dengan dihubungkannya kepada tiga sifat ilmu pengetahuan ini, yaitu pengetahuan kudus ('ilm al-ladunni), ilmu pengetahuan misteri-misteri ('ilm al-asrar), dan ilmu pengetahuan tentang gaib ('ilm al-gaib). Ketiga jenis ilmu pengetahuan tersebut tidak dapat diakses oleh kecerdasan intelektual (Ibn 'Arabi, Futuhat al-Makkiyyah, Juz IV, h 394).

Tentang kecerdasan intelektual, Ibnu 'Arabi cenderung mengikuti pendapat al-Hallaj yang menyatakan intelektualitas manusia tidak mampu memahami realitas-realitas. Hanya dengan kecerdasan spirituallah manusia mampu memahami ketiga sifat ilmu pengetahuan tersebut di atas.

Al-Ghazali dan Ibnu 'Arabi mempunyai kedekatan pendapat di sekitar aksesibilitas kecerdasan spiritual. Menurut al-Ghazali, jika seseorang mampu menyinergikan berbagai kemampuan dan kecerdasan yang ada pada dirinya, maka yang bersangkutan dapat 'membaca' alam semesta (makrokosmos/ al-'alam al-kabir).

Kemampuan itu merupakan anak tangga menuju pengetahuan tertinggi (ma'rifah) tentang pencipta-Nya. Karena alam semesta, menurut al-Ghazali dan Ibnu 'Arabi, merupakan 'tulisan' atau bagian dari ayat-ayat Allah. Al-Ghazali menuturkan, hampir seluruh manusia pada dasarnya dilengkapi kemampuan mencapai tingkat kenabian dalam mengetahui kebenaran, antara lain, dengan kemampuan membaca alam semesta tadi.

Fenomena kenabian bukanlah sesuatu yang supernatural, yang tidak memberi peluang bagi manusia dengan sifat-sifatnya untuk menerimanya. Dengan pemberian kemampuan dan berbagai kecerdasan kepada manusia, kenabian menjadi fenomena alami. Keajaiban yang menyertai para rasul sebelum Nabi Muhammad bukanlah aspek integral kenabian, tetapi hanyalah alat pelengkap alam mempercepat umat meyakini risalah para rasul itu.

Bahkan, menurut al-Ghazali, semua manusia pada dasarnya memenuhi syarat menjadi nabi, namun Allah menentukan hanya sebagian kecil di antaranya yang dipilih. Seruan penggunaan model-model kecerdasan di dalam Alquran tidak secara parsial. Keunggulan manusia terletak pada kemampuannya menyinergikan ketiga kecerdasan tersebut.

Seseorang yang hanya memiliki kecerdasan intelektual (IQ) belum tentu memiliki kejujuran, kesabaran, dan ketaatan, karena sifat-sifat ini lebih ditentukan kecerdasan yang lebih tinggi, yakni kecerdasan emosional (EQ) atau kecerdasan spiritual (SI). Sebaliknya, EQ dan SI tanpa dilengkapi IQ juga tidak akan banyak berarti karena kedua kecerdasan yang disebut pertama sesungguhnya merupakan kelanjutan dari kecerdasan IQ. Seseorang tidak akan sampai pada kecerdasan EQ dan SI tanpa melewati kecerdasan IQ.

Di dalam kehidupan bermasyarakat, ketiga model kecerdasan itu sangat dibutuhkan terutama di kalangan pemimpin masyarakat dan lebih khusus lagi pemimpin perusahaan. Menurut beberapa survei ahli manajemen, tingkat prestasi IQ yang dimiliki seorang manajer tidak berbanding lurus dengan tingkat prestasi perusahaan yang dipimpinnya. Seorang manajer dituntut memiliki kecerdasan ekstra berupa kecerdasan kedua (EQ) dan ketiga (SI).

Sebagai pribadi Muslim, sulit dibayangkan akan sukses menjadi 'abid dan khalifah yang sukses tanpa memiliki secara seimbang ketiga model kecerdasan tersebut. Manusia paripurna (insan kamil) sesungguhnya tidak lain ialah orang yang mampu memadukan secara simultan ketiga kecerdasan tersebut di dalam dirinya.

Di sinilah kekhususan al-Ghazali jika dibandingkan dengan Ibnu 'Arabi. Al-Ghazali masih tetap berpikir realistis di dalam mengembangkan pendapatnya. Ia masih tetap memandang penting kecerdasan ketiga atau apa pun namanya itu tetap dibumikan.

Ia mencela para sufi yang tidak realistis memandang kenyataan masyarakat. Mungkin itulah sebabnya ia dikategorikan sebagai penganut tasawuf akhlaqi. Berbeda dengan Ibnu 'Arabi yang dikategorikan sebagai penganut tasawuf falsafi.

Al-Ghazali mencela orang-orang yang sibuk dengan urusan sunah dan melalaikan ibadah fardhu, mengabaikan formalitas ibadah untuk substansi ibadah, mengabaikan substansi ibadah demi formalitas ibadah, dan waspada terhadap yang syubhat tetapi terjebak di dalam hal yang haram. Al-Ghazali juga mencela para ilmuwan yang tidak memedulikan yang lain kecuali hanya ilmu, dengan kata lain ilmu untuk ilmu. Seolah-olah tidak ada tempat nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.

Al-Ghazali mencela ahli tasawuf yang sibuk dengan hakikat tetapi mengabaikan syariat, sibuk membahagiakan batinnya tetapi mengabaikan keluarga dan masyarakatnya, asyik dengan akhiratnya dan mengabaikan dunianya, mereka memuji prestasi spiritualnya lantas mengasingkan diri dengan orang lain, dan menganggap ilmu tasawuf paling istimewa dan paling benar, sibuk berpolemik soal hukum tapi tidak menghargai waktu, serta sibuk memperbanyak hukum dan peraturan tetapi semakin sedikit mengamalkannya.

Dalam soal muamalah, al-Ghazali juga mencela ahli muamalah yang teperdaya karena banyak bermain di wilayah syubhat, sibuk menjalin hablun minannas tetapi melupakan hablun minallah, sibuk mengumpul harta tetapi tidak teliti menghitung zakatnya, dan sibuk melakukan inovasi tetapi mengabaikan tanggung jawabnya sebagai khalifah.

Minggu, 25 September 2011

Taubat

Sumber : www.pesantrenvirtual.com

Tidak sedikit orang-orang saleh awalnya adalah orang-orang yang sangat jahat saat mudanya. Setelah bertaubat, ia beristiqomah dalam berbuat baik dan pengabdian kepada Allah. Beberapa di antara mereka, pada akhirnya, menjadi tokoh panutan karena kesucian dan perilaku-perilaku yang membebaskan.

Konon, Sunan Kalijaga adalah salah satu contoh beberapa orang-orang saleh yang berhasil tercerahkan, dan selanjutnya menjadi tokoh pemberi pencerahan pada masyarakat pada zamannya.
Hidup suci dalam Islam bisa diraih oleh siapa saja. Kesucian hidup, bukanlah hak istimewa seseorang. Jalan tersebut terbuka bagi siapa saja, tidak hanya milik para ulama. Bahkan orang jahat sekalipun, ia bisa menapak cara hidup suci, asal dia bersedia untuk bertaubat dan bersungguh-sungguh. Bagi Allah, kesalehan bukan karena sama sekali tidak berbuat dosa, akan tetapi orang yang saleh adalah orang yang setiap kali berbuat dosa dia menyesali dan selanjutnya tak mengulangi perbuatan tadi.

Pepatah Arab menegaskan : "Manusia adalah tempat salah dan lupa". Pepatah di atas bukan berarti manusia dibiarkan untuk selalu berbuat salah dan dosa, akan tetapi kesalahan pada diri manusia harus ditebus dengan tobat, penyesalan dan penghentian. Rasulullah bersabda : Setiap anak Adam adalah sering berbuat salah. Dan, sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah orang-orang yang bertaubat.? (H.R. Tirmidzi)

Taubat yang sungguh-sungguh di mata Allah adalah pembersihan diri yang sangat dicintai. Dalam Islam, pertaubatan bukan melalui orang lain, sebut saja orang saleh, tetapi dari diri sendiri secara langsung kepada Allah. Apalagi, Islam tidak mengenal penebusan dosa dengan sejumlah uang. Islam sungguh sangat berbeda dengan cara-cara pertaubatan dibanding agama-agama lain. Islam memandang, pertaubatan adalah persoalan yang sangat personal antara seorang hamba dengan Tuhannya. Dan, Tuhan dalam Islam adalah Tuhan yang bisa didekati sedekat mungkin, bukan tuhan yang berada di atas langit, tak terjangkau.

Sabda Rasulullah (saw) : "Sesungguhnya Allah lebih suka menerima tobat hamba-Nya melebihi dari kesenangan seseorang yang menemukan kembali ontanya yang hilang di tengah hutan." (H.R. Bukhori dan Muslim)

Islam tidak menganggap taubat sebagai langkah terlambat kapanpun kesadaran itu muncul. Hisab (perhitungan) akan amal-amal jelek kita di mata Allah akan terhapus dengan taubat kita. Lembaran baru hidup terbuka lebar. Langkah anyar terbentang. Sabda Nabi (saw) : Siapa yang bertobat sebelum matahari terbit dari barat, maka Allah akan menerima taubat dan memaafkannya.? (H.R. Muslim)

Bertaubat, demikian halnya, dijadikan amalan dzikir oleh Rasulullah (saw) setiap hari. Beliau beristighfar kendati sedikitpun beliau tidak melakukan dosa. Karena lewat istighfar, Nabi memohon ampun dan mengungkapkan kerendahan hati yang sangat dalam di hadapan yang Maha Agung. Sabda Nabi (saw) : Hai sekalian manusia, bertaubatlah kamu kepada Allah dan mintalah ampun kepada-Nya, maka sesungguhnya saya bertaubat dan beristighfar tiap hari 100 kali.? (H.R. Muslim)
Firman Allah : Katakanlah ! Hai hamba-hamba-Ku yang berdosa terhadap jiwanya sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni segala dosa. Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.? (Q.S. al-Zumar : 53)

Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan seikhlas-ikhlas taubat, semoga Tuhan mu akan menghapuskan dari kamu akibat kejahatan perbuatan-perbuatanmu, dan akan memasukkan kamu ke dalam surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai.? (Q.S. al Thalaq : 8)

Dalam memperbaiki kesalahan dan membersihkan diri dari dosa, ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu hak Allah dan hak bani Adam. Apabila kesalahan atau dosa berhubungan dengan hak Allah, maka ada tiga syarat yang harus dipenuhi, yaitu :
1.Harus menghentikan tindakan maksiat.
2.Harus dengan sungguh-sungguh menyesali perilaku dosa yang telah dikerjakan.
3.Berniat dengan tulus untuk tidak mengulangi kembali perbuatan tersebut.

Dan, apabila kesalahan itu berhubungan dengan bani Adam, maka syarat bertambah satu, yaitu harus menyelesaikan urusannya dengan orang yang berhak dengan meminta maaf atau halalnya, atau mengembalikan apa yang harus dikembalikan.

Sabda Nabi (saw) : Orang yang bertaubat dari dosa seperti orang yang tidak berdosa. Dan orang yang minta ampunan dari dosanya, sedangkan dirinya tetap mengerjakan dosa, seperti orang yang mempermainkan Tuhannya.? (H.R. Baihaqi)

Tidak sedikit orang-orang saleh awalnya adalah orang-orang yang sangat jahat saat mudanya. Setelah bertaubat, ia beristiqomah dalam berbuat baik dan pengabdian kepada Allah. Beberapa di antara mereka, pada akhirnya, menjadi tokoh panutan karena kesucian dan perilaku-perilaku yang membebaskan. Konon, Sunan Kalijaga adalah salah satu contoh beberapa orang-orang saleh yang berhasil tercerahkan, dan selanjutnya menjadi tokoh pemberi pencerahan pada masyarakat pada zamannya.

Wallahu a'lam

Selasa, 06 September 2011

Perbedaan Hari Idul Fitri

Yang menyebabkan perbedaan hari Idul Fitri adalah karena perbedaan pendapat. Pemerintah beranggapan bahwa seharusnya dianggap sah masuk ke bulan baru bila memenuhi syarat  hilal minimal 2 derajat. Sedangkan menurut Muhammadiyah tanpa mesti terlihat pandangan mata sekalipun, bila sudah terlihat hilal maka sudah memasuki bulan baru, sekalipun kurang dari 2 derajat. Saat 30 Agustus 2011 kemarin, hilal pada ketinggian 1 derajat 55 menit.

Diskusi dengan seorang teman, menyatakan, sebetulnya ide 2 derajat itu darimana? Karena pemerintah ngotot 2 derajat, sedangkan Muhammadiyah beranggapan kurang dari 2 derajat sudah dianggap bulan baru.

Yang aneh adalah muncul komentar bahwa Malaysia dan Arab hitungannya sama seperti pemerintah, tanggal 31 Agustus 2011. Ini cuplikannya dari republika.co.id

Pimpinan Muhamadiyah Jagakarsa, Jakarta Selatan, Sofyan Abdul Halim, bingung terhadap pengumuman pemerintah mengenai pelaksanaan Idul Fitri di negara lain.

Sofyan menyayangkan pengumuman yang menyebutkan bahwa pemerintah Malaysia dan Arab Saudi melaksanakan Idul Fitri pada hari Rabu (31/8). "Kenapa pada Sidang Itsbat semalam pemerintah mengumumkan bahwa negara seperti Arab Saudi dan Malaysia lebaran pada hari Rabu. Padahal negara tersebut melaksanakan lebaran pada hari Selasa. Itu kan sama saja dengan membohongi publik," kata Sofyan, Selasa (30/8)


Muncul cerita aneh lagi tentang Arab salah menetapkan hari Idul Fitri ini cuplikannya, sumber dari Majelis Ulama Indonesia (MUI)

Pengumuman mengejutkan dari badan astronomi setempat (Arab Saudi) yang sebelumnya memberi kabar kepada pemerintah Saudi bahwa mereka telah melihat hilal sehingga kemudian pemerintah memutuskan Idul Fitri jatuh pada Selasa 30 Agustus 2011, namun ternyata kemungkinan yang dilihat pada tanggal 29 Agustus tersebut bukanlah Hilal (bulan) tapi benda angkasa lain yang kemudian di yakini sebuah fenomena planet Saturnus yang beberapa tahun yang lalu pun pernah terjadi fenomena semacam itu yaitu fenomena merkurius.

Kesalahanfahaman atas sebuah keputusan1 syawal kemarin dimungkinkan karena pemerintah mengacu dari berita yang disampaikan badan astronomi yang ditunjuk untuk mengamati hilal awal bulan syawal, dan kenyataanya yang mereka lihat bukanlah hilal tapi benda angkasa lain yang diperkirakan adalah planet saturnus dan kesalahan ini kabarnya telah di umumkan baik via media cetak maupun elektronik , pemerintah Saudi sendiri konon telah membayar kafarat untuk masalah ini kurang lebih sebesar 1 milyar real.

Kerajaan Arab Saudi memerintahkan kepada rakyat dan masyarakat Arab Saudi untuk meng-qodho’ atau mengganti puasa satu hari karena ada kesalahan di dalam menentukan satu syawal bertepatan hari Selasa tanggal 30 Agustus 2011 M. Dan meralat dengan menentukan hari Rabu (31 Agustus 2011 M) sebagai 1 syawal 1432 H.
(sumber: Al-Jazirah http://www.youtube.com/watch?v=TAqkKH7_3z4&feature=player_embedded)
Dalam paparan youtube tsb menjelaskan bahwa Sudah ke-20 Kalinya Arab Saudi Salah di dalam Menentukan 1 Syawal (Astagfirullah aladziim...)

Sehingga keputusan Kemenag, MUI dan ormas islam lainya yang menyatakan tanggal 31 Agustus 2011 adalah 1 syawal adalah benar, kalaupun menjadi polemik sesungguhnya mereka telah melakukan dan mengikuti apa yang menjadi perintah Rosulullah SAW yaitu ” Jika kalian melihat hilal, maka berpuasalah. Jika melihat hilal (lagi), maka berbukalah. Jika tertutup awan, maka genapkan puasa menjadi 30 hari”.

Demikian semoga polemik ini tidak perlu berkelanjutan, sesungguhnya manusia adalah tempatnya salah, dan kebenaran hanya milik Allah SWT..

Sumber:1. Kuwait News
http://www.kuwaitnews.com/index.php?option=com_content&view=article&id=14288&catid=34&Itemid=144#.Tl7JLZi3jdO.facebook
2. Al-Arabiya. net
http://www.alarabiya.net/articles/2011/08/31/164873.html
3. Harian Kompas
http://luar-negeri.kompasiana.com/2011/09/01/saudi-arabia-1-syawal-adalah-rabu-31-agustus-2011/
4. http://moonsighting.com/1432shw.html


Akhirnya ada sobatku yang menulis postingan berjudul Arab Saudi: Pernyataan 1 Syawal 31 Agustus 2011 Adalah Hoax . Sumber dari Catatan R10.

Sedikit cuplikannya

“Setelah saya lihat link yg diberikan, dan sesuai dengan pengetahuan saya dengan bahasa arab, maka link tersebut adalah tidak menyebutkan ralat resmi dari Pemerintah Saudi Arabia, jadi berhati-hatila dalam memposting, jangan sampai menghembuskan berita yang tidak dapat dipertanggung jawabkan. Setelah saya baca dari link-link tersebut, disana hanya membahas seperti yg dibahas disini, yaitu perdebatan antara ahli falak (ahli hisab) dengan Ulama syari’ah yg mendukung ru’yatul hilal. Dan pernyataan yg dicatut dari Jeddah Astronomy Society adalah tidak benar alias HOAX . Ini bantahan dari Jeddah Astronomy Society bahwa kabar tersebut bohong : http://jasas.net/vb/showthread.php?t=4742"

Tentang kabar bahwa kaum zionis membuat konspirasi untuk memecah belah kaum Muslim tidak hanya berkaitan dengan penetapan 1 Syawal, tapi juga dalam hal lain. Barangkali perbedaan penetapan bukan dari zionis, tapi mereka membesar-besarkan perbedaan ini agar kaum muslim terpecah-belah. Jadi bagaimanapun juga kaum muslim mesti bersatu.

Sungguh, aku sendiri sangat sensitif tentang perpecahan di kaum muslim. Tulisanku tentang Islam malah membuat teman-temanku menjauhi aku, mereka lebih suka hidup bersenang-senang dan tidak tertarik ajaran Islam yang benar. Acara TV luar negeri telah mempengaruhi cara berpikir kaum muslim...

Minggu, 04 September 2011

Zionis Israel Hembuskan Rumor Tidak Sahnya Rukyah Hilal 1 Syawal

Dari seorang teman di Facebook


Ternyata kekacauan rumor tidak sahnya rukyatul hilal 1 Syawal di dunia Arab baru-baru ini, adalah konspirasi Zionis Israel untuk mengacak-acak Islam.

Dr Ali Jum’ah, Mufti Agung Mesir menjelaskan bahwa entitas Zionis berada di belakang rumor ketidakabsahan hilal Syawal, yang dibesar-besarkan oleh media baru-baru ini.

Jum’ah mengatakan dalam pernyataannya pada surat kabar Al-Wafd bahwa “Dunia Islam sangat menginginkan persatuan, bahkan ingin merayakan Idul Fitri yang barokah ini secara serempak di hari yang sama.”

Ia menambahkan: “Darul Ifta’ telah menerjunkan sembilan komite di semua penjuru Republik Mesir untuk memonitor hilal (bulan sabit) pada Senin sore lalu, masing-masing di Toshka, Sohag, kota 6 Oktober, Moqattam, Observatorium Helwan, Laut Merah dan Marsa Matrouh. Dan telah ditetapkan bahwa hilal terlihat dengan mata telanjang di dua tempat, masing di Toshka dan Sohag.”

Ia menjelaskan bahwa setiap satu komite terdiri dari 11 spesialis dalam ilmu astronomi (falak) dan hukum Islam. Dikatakan bahwa dalam hal ini Israel telah berusaha untuk mendukung pernyataannya yang keji ini, bahwa yang dilihat oleh komite adalah planet Saturnus bukan hilah Syawal. Ini semua dilakukan untuk menciptakan perpecahan di antara kaum Muslim setelah terlihat tanda-tanda akan bersatunya kaum Muslim

Sabtu, 03 September 2011

Menyempurnakan Ramadhan dengan puasa Syawal

Sumber dari www.sabili.co.id

Cyber Sabili-Jakarta. “Barang siapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia berpuasa seperti setahun penuh,” (HR Muslim).

Salah satu pintu kebaikan adalah puasa. Rasulullah saw bersabda: “Maukah aku tunjukkan padamu pintu-pintu kebaikan? Puasa adalah perisai,” (HR Tirmidzi, hadits ini hasan shahih). Hadits ini menegaskan bahwa puasa merupakan perisai bagi Muslim baik di dunia maupun akhirat. Di dunia, puasa adalah perisai dari perbuatan maksiat, sedangkan di akhirat adalah perisai dari api neraka.

Karenanya, untuk mendapatkan kecintaan Allah ta’ala, maka lakukanlah puasa sunnah setelah melakukan yang wajib. Di antara puasa sunnah yang Nabi saw anjurkan setelah melakukan puasa Ramadhan adalah puasa enam hari di bulan Syawal.

Puasa ini mempunyai keutamaan sebagaimana sabda Rasulullah saw. Abu Ayyub al-Anshoriy mengatakan, Nabi saw bersabda: “Barang siapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia berpuasa seperti setahun penuh,” (HR Muslim).

Pada hadits ini terdapat dalil tegas tentang dianjurkannya puasa enam hari di bulan Syawal dan pendapat inilah yang dipilih oleh madzhab Syafi’i, Ahmad dan Abu Daud serta yang sependapat dengan mereka. Sedangkan Imam Malik dan Abu Hanifah menyatakan makruh. Namun pendapat mereka ini lemah karena bertentangan dengan hadits yang tegas ini (Lihat Syarh an-Nawawi ‘ala Muslim, 8/56).

Seperti Puasa Setahun Penuh

Dari Tsauban, Rasulullah saw bersabda: “Barang siapa berpuasa enam hari setelah hari raya Idul Fitri, maka dia seperti berpuasa setahun penuh. (Barang siapa berbuat satu kebaikan, maka baginya sepuluh kebaikan semisal),” (HR Ibnu Majah dan dishohihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Irwa’ul Gholil).

Orang yang melakukan satu kebaikan akan mendapatkan sepuluh kebaikan yang sepadan. Puasa Ramadhan adalah selama sebulan berarti akan semisal dengan puasa 10 bulan. Puasa Syawal adalah enam hari berarti akan semisal dengan 60 hari yang sama dengan 2 bulan. Karena itu, seseorang yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal akan mendapatkan puasa seperti setahun penuh. (Lihat Syarh An Nawawi ‘ala Muslim, 8/56 danSyarh Riyadhus Sholihin, 3/465).

Tata Cara

Imam Nawawi dalam Syarh Muslim (8/56) mengatakan, “Para ulama madzhab Syafi’i mengatakan bahwa paling afdhal (utama) melakukan puasa Syawal secara berturut-turut (sehari) setelah shalat ‘Idul Fithri. Namun jika tidak berurutan atau diakhirkan hingga akhir Syawal maka seseorang tetap mendapatkan keutamaan puasa syawal setelah sebelumnya melakukan puasa Ramadhan.”

Karena itu, boleh saja berpuasa Syawal tiga hari setelah Idul Fitri misalnya, baik secara berturut-turut ataupun tidak, karena dalam hal ini ada kelonggaran. Tapi jika seseorang berpuasa Syawal hingga keluar waktu (bulan Syawal) karena bermalas-malasan, ia tidak akan mendapatkan ganjaran puasa Syawal.

Jika seseorang memiliki udzur (halangan) seperti sakit, dalam keadaan nifas, sebagai musafir, sehingga tidak berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka boleh meng-qodho’ (mengganti) puasa Syawal di bulan Dzulqa’dah. (Lihat Syarh Riyadhus Sholihin, 3/466).